Peran Negara Lemah, RI Diobok-obok Malaysia

LINTAS INDONESIA - Pemerintah dinilai masih lemah dalam upaya memberikan perlindungan terhadap warga negaranya sendiri, termasuk dalam persoalan teritorial yang terus dirongrong Malaysia.

Untuk itu, diperlukan suatu sikap tegas pemerintah guna menghadapi masalah-masalah yang mengemuka, dengan memperkuat peranan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Malaysia untuk lebih agresif dalam berdiplomasi manakala suatu permasalahan terjadi.

Jika tidak, bangsa Indonesia akan terus menerus dilecehkan dan diobok-obok oleh Malaysia, bahkan dirongrong kedaulatannya, juga dicemooh lantaran tidak bisa memberikan perlindungan terhadap warga negaranya.

“Negara masih sangat lemah dalam upaya memberikan perlindungan terhadap warga negaranya. Kasus-kasus yang muncul dalam hubungan bilateral ini menunjukkan bahwa kita tidak bisa main-main dalam berhubungan dengan Malaysia. Kasus Manohara dan Ambalat menunjukkan bahwa kita memang sedang diobok-obok oleh Malaysia,” tandas Prof Anak Agung Banyu Perwita, PhD, seorang Pengamat Hubungan Internasional Universitas Parahyangan, Bandung.

Langkah apa yang perlu diambil pemerintah saat ini dan ke depannya, terkait serangkaian peristiwa yang mengusik rasa nasionalisme bangsa kita? Berikut pengamatan Banyu kepada Rahajeng Arum di Bandung,

Menurut pengamatan Anda, kasus Manohara ini apakah memang menunjukkan lemahnya diplomasi Indonesia terhadap Malaysia?

Sejauh yang saya tahu dari berbagai pemberitaan terkait kasus seperti ini, tampaknya peran KBRI memang belum cukup optimal untuk melindungi warga negaranya. Padahal kan sebagaimana yang diamanatkan Undang-undang Dasar 1945, negara itu harus melindungi semua warga negaranya. Kasus Manohara merupakan salah satu contoh dari banyak contoh kasus-kasus yang lain di mana KBRI sangat diharapkan peran pentingnya di sini. Namun pada kenyataannya, banyak warga negara Indonesia (WNI) yang begitu banyaknya ada di Malaysia seperti tenaga kerja Indonesia (TKI) itu, namun kurang mendapat perlindungan maupun upaya diplomasi dari pihak KBRI dalam menangani kasus-kasus yang dihadapi warga negaranya sendiri.

Nah, dalam kasus Manohara ini, kebetulan kita berhubungan langsung dengan pusat kekuasaan dari Kerajaan Malaysia. Tapi buat saya pribadi, siapa pun dia yang bertindak sewenang-wenang terhadap WNI, pemerintah wajib untuk melakukan suatu tindakan atau perlindungan terhadap warga negaranya, sebab itu adalah kewajiban negara terhadap warganya.

Jadi, saya pikir kalau Manohara mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap sikap atau kinerja KBRI di Malaysia, karena memang menunjukkan peran negara masih sangat lemah dalam upaya memberikan perlindungan terhadap warga negaranya.

Anda melihat adakah indikasi kasus Manohara ini maupun kasus-kasus lainnya terkait WNI di Malaysia merupakan suatu pelecehan Malaysia terhadap bangsa kita?

Oh, iya jelas. Terlebih dalam konteks hubungan Indonesia-Malaysia, memang merupakan suatu dinamika betapa Malaysia terkesan kurang menghormati bangsa kita selama ini. Kasus Manohara belum tuntas, muncul lagi kasus Ambalat, bahkan ada sejumlah TKI kita yang terpaksa harus meninggal hanya karena terindikasi adanya perlakukan sewenang-wenang dari pemerintah maupun warga negara Malaysia.

Semua ini menunjukkan bahwa kita tidak bisa main-main dalam berhubungan dengan Malaysia. Kasus Manohara dan Ambalat menunjukkan bahwa kita memang sedang diobok-obok oleh Malaysia. Terus terang, saya sendiri secara pribadi sebagai warga negara Indonesia merasa terusik dengan tindakan Malaysia seperti itu. Maksud saya, pemerintah Indonesia harus bisa tegas dalam meninjau kembali hubungan yang telah dibangun selama ini dengan Malaysia. Dalam artian, ke mana sih sebenarnya arah hubungan bilateral Indonesia-Malaysia ini selanjutnya.

Salah satu point yang ingin saya tunjukkan di sini, bahwa kedekatan kultural tidak sama sekali bisa membuat hubungan suatu negara dengan negara lainnya menjadi sangat positif atau kuat. Sebab, dalam konteks hubungan Indonesia-Malaysia seperti sekarang ini, kita lebih cenderung memposisikannya pada masalah kedaulatan atau teritorial, termasuk perlindungan terhadap warganya. Hal ini bisa menjadi suatu taruhan bagi hubungan kedua negara selanjutnya. Isu-isu seperti ini harus bisa jadi pengawal dari nasib bangsa kita ke depan dalam berhubungan dengan negara lain seperti Malaysia.

Kalau memang pemerintah masih dinilai lemah dalam perlindungan terhadap warga negaranya di Malaysia, lantas perlu tidak, kita menggalang semangat ultranasionalisme lagi, untuk mengganyang Malaysia?

Saya pikir hal seperti itu jangan dulu lah. Kita harus berhati-hati, boleh-boleh saja kita merasa terganggu dan memprotes tindakan Malaysia itu, tapi kita harus tahu dulu bagaimana sih sebenarnya mekanisme langkah yang diambil oleh negara. Dan kita sebagai warga negara harus menaatinya.

Saya pikir akan terlalu mahal biayanya untuk memekikkan kembali semangat ganyang Malaysia ini. Sebab persoalannya ini merupakan persoalan negara. Jadi, kita biarkan negara bermain terlebih dahulu dan kita sebagai warga harus tetap mendukung pemerintah dalam upaya penyelesaian kasus-kasus seperti ini agar negara kita bisa menjadi lebih kuat ketika berhadapan dengan negara lain, bukan hanya dengan Malaysia, tapi dengan negara-negara di seluruh dunia.

Jika kita hanya meneriakkan ganyang Malaysia, saya kira ini akan berbahaya dan berpotensi meruntuhkan tatanan hubungan kedua belah pihak. Jadi, kita biarkan saja negara bertanggungjawab atau mengambil langkah tindakannya sebagaimana yang dianggap perlu dilakukan oleh negara. Intinya, dalam konteks ini, negara harus bersikap terhadap negara lain.

Lalu, langkah efektif seperti apa yang perlu dilakukan pemerintah kita dalam kasus seperti ini?

Pertama, harus memberikan proteksi terlebih dahulu terhadap WNI yang berada di Malaysia. Seperti kasus Manohara, termasuk soal Ambalat di mana pemerintah kita sebenarnya harus bisa segera mempertanyakannya ke pemerintah Malaysia. Dan di sini peran KBRI sangat menentukan untuk bisa lebih serius dalam menangani kasus yang dihadapi warga negara.

Dalam kasus seperti ini tentu ada keterkaitan instansi Departemen Luar Negeri dan Departemen Pertahanan Keamanan sekaligus Panglima TNI. Sebab, TNI bertugas sebagai pengawal, sementara KBRI bertugas untuk berdiplomasi, dalam konteks diplomasi pertahanan. Semua itu memiiki peranan yang sangat penting, apalagi selama ini diplomasi pertahanan kita tampaknya masih lemah dalam menghadapi kasus Ambalat.

Apa yang Anda harapkan dari pemerintahan RI ke depan dalam menghadapi masalah hubungan internasional seperti ini?

Kebetulan tak lama lagi bangsa kita akan menghadapi Pemilu 2009. Yang perlu dipikirkan adalah agaimana caranya agar para calon presiden dan wakil presiden kita itu bisa memiliki identitas nasionalisme dengan berbicara di hadapan publik atau massanya sendiri tentang bagaimana cara menghadapi hubungan Indonesia-Malaysia ke depan.

Inilah sebenarnya yang menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi para capres/cawapres untuk bisa membawa Indonesia ke depan, bagaimana dalam hal merespon kasus-kasus seperti ini. Kalau memang kita semua merasa terganggu dengan nasionalisme kita, saya pikir inilah saatnya kita mengkaji ulang bagaimana tingkat rasa nasionalisme yang akan kita bawa ke depan.

Kalau kita maunya cuma memprovokasi rakyat untuk bertindak anarkis terhadap bangsa lain ya, saya pikir jangan dulu. Bukan caranya seperti itu. Lebih baik kita serahkan saja kepada negara. Karena itu negara harus bisa lebih memerankan peranannya sebagaimana mestinya.

Menurut Saya pribadi Saya setuju atas pengamatan yang dilakukan oleh Prof Anak Agung Banyu Perwita, PhD, seorang Pengamat Hubungan Internasional Universitas Parahyangan, Bandung. Pemerintah harus lebih tegas lagi dalam menghadapi masalah-maslah terhadap perlindungan warga negara, apalagi masalah para TKI/TKW, mereka merupakan devisa negara.

sumber :
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:H7X_DnV4utoJ:www.lintasindonesia.com/infotainment/1202-peran-negara-lemah-ri-diobok-obok-malaysia+contoh+kasus+warga+negara+dan+negara&cd=22&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a
PRASANGKA DAN DISKRIMINASI TERHADAP ETNIS TIONGHOA

Isu terpenting yang perlu dibahas di sini apabila kita berbicara tentang prasangka dan diskriminasi adalah stereotyping., yaitu suatu kecenderungan untuk mengidentifikasi dan mengeneralisasi setiap individu, benda dan sebagainya ke dalam katagori-katagori yang sudah dikenal. Stereotyping terhadap warga etnis Tionghoa di Indonesia, seperti yang kita semua telah ketahui, mempunyai akar sejarah yang panjang karena katagori-katagori yang kita kenal itu pada awalnya dibuat pada masa pemerintahan kolonial Belanda, walaupun setelah itu masih terjadi proses modifikasi yang terus-menerus sampai hari ini.

Ada beberapa katagori dasar yang bisa kita diskusikan di sini. Pertama, katagori ‘asing’ yang melekat pada penggolongan warga etnis Tionghoa — bersama-sama warga etnis Arab dan India –sebagai golongan Timur Asing. Katagori ini menempatkan warga etnis Tionghoa sebagai orang yang berasal dari luar atau pendatang yang berbeda dengan penduduk asli (yang oleh Belanda dikatagorikan sebagai Inlanders). Itu sebabnya mengapa sampai hari ini kita masih menghadapi persoalan asli versus pendatang, walaupun sebagian dari kita sudah berbicara tentang kewarganegaraan, tentang hak-hak yang sama dari setiap warganegara. Contoh yang paling jelas yang menggambarkan hal ini adalah penggunaan kata huaqiao atau Huakiao, yang artinya Orang Cina (di) Perantauan atau dalam bahasa Inggris Overseas Chinese, untuk mengacu kepada orang-orang Tionghoa di Indonesia, walaupun yang bersangkutan sudah menjadi warganegara Indonesia. Sesungguhnya ada istilah lain yang diperkenalkan oleh Lie Tek Tjeng di tahun 1970an, yaitu istilah Huaren yang diartikan sebagai Keturunan Cina atau Chinese descent. Pengertian ini pun sekarang menjadi problematik karena bukankah warga Indonesia lainnya juga merupakan keturunan, keturunan Batak, keturunan Sunda, keturunan Ambon, dan sebagainya. Sekarang ada yang mulai memperkenalkan istilah warganegara Indonesia-Tionghoa yang dianggap cukup netral dan bisa diterima, paling tidak oleh warga etnis Tionghoa yang terpelajar, akan tetapi penggunaan istilah ini masih belum meluas kepada berbagai kalangan, termasuk media massa.

Katagori yang kedua berkaitan dengan jenis pekerjaan yang umumnya digeluti warga etnis Tionghoa yang sejak semula cenderung ke arah perdagangan. Persoalan inilah yang membawa bias pandangan tentang warga etnis Tionghoa sebagai ‘economic animal’ yang seringkali kita dengar ketika pekerjaan yang mereka lakukan meluas pula ke bidang-bidang kegiatan ekonomi yang lain, seperti manufaktur dan jasa. Pandangan yang menganggap keahlian berbisnis sebagai salah satu karakteristik yang berhubungan dengan gen dan kultur warga etnis Tionghoa adalah salah satu turunan dari bias tersebut. Begitu juga dengan pandangan tentang jaringan bisnis orang Tionghoa yang sangat kuat dan tertutup, padahal ketertutupan tersebut sekarang sudah mengalami perubahan. Apabila di masa lalu jaringan bisnis orang Tionghoa dibangun atas dasar kelompok-kelompok dialek seperti Hokkian, Hakka, Tiochiu, Hokchia, dan sebagainya, saat ini jaringan bisnis yang kita temui di kota-kota besar Indonesia seperti Jakarta lebih didasarkan atas kesamaan profesi atau kesamaan pengalaman pendidikan, sehingga apa bisa kita amati jaringan itu sesungguhnya telah meluas kepada warga Indonesia non-Tionghoa, walaupun masih dalam jumlah yang kecil dan terbatas pada kelas-kelas sosial tertentu. Dengan kata lain, sulit untuk mengatakan bahwa ketertutupan suatu jaringan bisnis adalah karena solidaritas etnis ataukah akibat perbedaan kelas.

Katagori ketiga mengacu pada persoalan orientasi politik yang berkaitan dengan asal-usul warga etnis Tionghoa yang dihadapkan dengan kepentingan penguasa kolonial Belanda atas subyeknya (dalam hal ini warga etnis Tionghoa), dan dengan isu nasionalisme Indonesia yang sedang bertumbuh saat itu. Sampai hari ini persoalan orientasi politik ini selalu menjadi masalah yang mengganjal dalam sikap penerimaan warga Indonesia lainnya atas status warga etnis Tionghoa sebagai Warganegara Indonesia yang disahkan oleh undang-undang (melalui kepemilikan SBKRI). Keraguan terhadap kesetiaan warga etnis Tionghoa kepada negara-bangsa Indonesia ini adalah salah satu bentuk prasangka yang masih belum bisa terhapuskan. Keraguan ini kian diperkuat oleh peristiwa tahun 1965 yang dikenal sebagai peristiwa G-30-S/PKI yang diduga didalangi oleh pemerintah RRC. Kecurigaan terhadap orang Tionghoa sebagai ‘koloni kelima’ yang selalu bisa dimanfaatkan oleh RRC, dan ketakutan terhadap kemungkinan bersatunya semua orang Tionghoa didunia yang pernah diserukan di Hongkong pada tahun 1990an oleh para pengusaha asal etnis Tionghoa dari berbagai negara, adalah dua dari prasangka-prasangka yang masih ada di dalam pikiran sebagian warga Indonesia non-Tionghoa sampai hari ini, sehingga sepertinya sulit sekali untuk bisa melihat bahwa banyak juga warga etnis Tionghoa yang bisa setia kepada negara-bangsa Indonesia.

Katagori yang keempat berkaitan dengan perbedaan budaya, bahwa kebudayaan Tionghoa yang bersumber pada kebudayaan leluhurnya di RRC dianggap tidak pernah bisa bertemu dengan kebudayaan mayoritas warga Indonesia yang beragama Islam, khususnya dalam hal-hal yang berkaitan dengan makanan yang mengandung babi yang amat tabu bagi Muslim serta pemujaan leluhur yang dianggap menyalahi ajaran agama Islam. Kenyataan bahwa sudah banyak warga etnis Tionghoa tidak bisa berbahasa Tionghoa lagi, di samping semakin besarnya jumlah mereka yang menjadi Kristen atau Islam, nampaknya tidak bisa mengubah pandangan umum tentang perbedaan budaya ‘yang besar’ antara warga etnis Tionghoa dan warga Indonesia lainnya. Kawin campur yang jumlahnya semakin banyak pun nampaknya masih tidak bisa menjembatani perbedaan budaya tersebut. Dengan kata lain, pandangan bahwa ‘orang Tionghoa itu berbeda’ selalu dipertahankan dengan mengabaikan adanya perubahan waktu dan ruang, atau kenyataan bahwa segala sesuatu di dunia ini bisa berubah.

Sejauh stereotype atau prasangka ini hanya berada dalam pikiran dan sikap, bukan pada tindakan nyata, maka hal tersebut masih belum bisa dikatagorikan sebagai persoalan diskriminasi. Suatu tindakan dikatakan sebagai tindakan yang diskriminatif ketika katagori-katagori pembeda yang dibuat atas dasar sterotyping dan prasangka di atas dipergunakan untuk menghalangi para anggota kelompok yang digolongkan ke dalam katagori-katagori berbeda itu untuk mendapatkan hak yang sama dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidup. Oleh karena itu, persoalan dikriminasi, walaupun terkait erat dengan masalah stereotyping dan prasangka, mempunyai karakteristik yang berbeda. Pada prakteknya, tindakan diskriminasi menyangkut power atau kekuasaan untuk bisa memaksakan penerapan katagori-katagori pembeda tersebut dalam kehidupan nyata. Kekuasaan ini tidak selalu terkait dengan kekuasaan negara, walaupun kekuasaan yang terbesar memang dimiliki negara.

Tindakan diskriminatif yang dilakukan oleh negara terealisir melalui peraturan-peraturan resmi yang dibuat pemerintah yang berkuasa. Seperti kita ketahui ada sejumlah peraturan diskriminatif yang dibuat pemerintah Orde Baru sejak tahun 1967, dari pelarangan mempertunjukkan ritual dan kebudayaan Tionghoa di tempat-tempat umum, pelarangan mendirikan sekolah dan penerbitan berbahasa Tionghoa, sampai kepada anjuran untuk mengganti nama dan berasimilasi. Ini belum termasuk peraturan-peraturan diskriminatif yang berlaku secara terbatas dalam bidang-bidang tertentu, seperti perbankan dan ekspor-impor. Walau ada peraturan yang sudah dicabut oleh pemerintahan Abdurahman Wahid, yaitu peraturan mengenai pelarangan kebudayaan, namun masih banyak yang tetap berlaku sampai hari ini. GANDI, SNB bersama-sama dengan PSMTI dan INTI sedang memperjuangkan pencabutan peraturan-peraturan yang diskriminatif tersebut, antara lain dengan mengajukan RUU Kewarganegaraan yang baru.

Sementara itu, tindakan diskriminatif oleh orang per orang ataupun kelompok tertentu dilakukan melalui berbagai cara, dari yang terbuka sampai yang sangat halus dan tidak kentara. Sulit untuk melacak hal ini karena, tidak seperti diskriminasi yang dilakukan pemerintah, tindakan diskriminatif perorangan atau kelompok tidak selalu didukung oleh peraturan tertulis. Tapi kalau kita dengar tentang adanya pengkuotaan perekrutan mahasiswa etnis Tionghoa di universitas negeri atau tentang lebih besarnya biaya lingkungan yang dibayar warga etnis Tionghoa dibanding warga Indonesia lainnya, jelas tindakan diskriminatif memang dipraktekkan di berbagai bidang kehidupan. Tetapi dimulai oleh siapa dan bagaimana caranya sampai hal itu terinstitutionalisasikan, tidak ada yang bisa menjawab secara pasti. Akan tetapi, persoalan kita di sini, bukan siapa yang mendiskriminasi, melainkan kenyataan adanya tindakan diskriminatif yang dikenakan kepada kelompok etnis tertentu dan apa yang bisa dilakukan untuk mengubahnya. Hal inilah yang perlu kita diskusikan di sini

Seperti yang telah diuraikan di atas, persoalan diskriminasi terkait erat dengan masalah katagori-katagori pembeda yang dibuat atas dasar stereotyping dan prasangka. Secara sederhana bisa diasumsikan bahwa apabila kita bisa mengubah stereotipe dan prasangka yang ada, maka kita pun bisa menghapuskan, atau paling tidak, mengubah dampak dari katagori-katagori pembeda yang dibuat atas dasar stereotype dan prasangka tersebut. Upaya untuk mengubah stereotipe atau prasangka terhadap warga etnis Tionghoa sudah dimulai sejak terjadinya peristiwa tragis Mei 1998. Melalui berbagai tulisan dan diskusi publik yang diselenggarakan oleh berbagai kalangan, sudah semakin banyak stereotipe dan prasangka yang dicoba untuk diluruskan. Misalnya, penayangan kehidupan orang Tionghoa Singkawang yang kurang mampu nampaknya dimaksudkan untuk mengkoreksi pandangan umum yang selalu menggambarkan orang Tionghoa sebagai orang-orang yang kaya.

Dalam upaya koreksi tersebut, persoalannya menjadi agak rumit ketika media massa, atau orang-orang yang bekerja di media massa sendiri mempunyai stereotipe atau prasangka terhadap warga etnis Tionghoa. Stereotipe atau prasangka tersebut dipengaruhi oleh latar belakang keluarga dan pendidikan dari yang bersangkutan. Pengalaman pribadi yang buruk biasanya sulit untuk dikoreksi, berbeda dengan apabila hanya pengetahuan yang bersangkutan yang kurang. Namun apapun permasalahannya, yang terpenting adalah adanya kesediaan dari yang bersangkutan sendiri untuk bersikap terbuka terhadap segala hal yang baru. Keterbukaan ini penting karena hanya dengan keterbukaanlah baru yang bersangkutan bisa mempunyai kepekaan terhadap tindakan diskriminatif.

Salah satu tindakan diskriminatif dalam pemberitaan media massa yang paling dikritik adalah pelabelan yang dilakukan tanpa berdasarkan bukti-bukti yang akurat. Misalnya, tentang ‘keekslusifan’ warga etnis Tionghoa. Sebenarnya sulit untuk mengukur suatu keekslusifan, tetapi seperti kita ketahui, banyak orang menggunakan kata tersebut untuk berbagai hal yang dianggap ‘eksklusif’ atas dasar penilaian pribadi. Sebagai contoh, keekslusifan dilihat dari ‘tidak mau bergaul’, ‘pagar yang tinggi’, ‘jaringan bisnis yang tertutup’, ‘tempat tinggal yang terkonsentrasi di satu wilayah tertentu’, ‘memakai bahasa yang tidak dimengerti orang lain’, dan sebagainya. Sesungguhnya, apabila kita renungkan dengan baik, maka berbagai hal yang dinilai merupakan keeksklusifan orang Tionghoa tersebut ternyata bisa pula ditemukan pada warga etnis lainnya. Dalam hal inilah kepekaan terhadap setiap hal yang kita temukan dalam hidup ini menjadi sangat penting, karena tidak semua hasil observasi, atau apa yang kita lihat dan kita dengar, merupakan kebenaran.

Banyak hal yang bisa dikemukakan sebagai pelabelan yang cenderung diskriminatif, tetapi dalam diskusi kali ini saya pikir cukup apabila kita bisa menyadari bahwa selanjutnya kita perlu berhati-hati dalam melabel seseorang atau sekelompok orang dengan sesuatu yang sulit diukur kebenarannya.

Solusi :
ada hal penting yg perlu kita amati kenapa persoalan etnis tionghoa selalu menjadi pokok bahasan dinegri ini ?? kenapa etnis turunan arab,india,dan turunan eropa di daerah aceh tidak pernah disentuh?? nah inilah masalahnya, yang saya tahu sebagai orang awam, bahwa etnis tionghoa itulah yang membuat mereka menjadi bermasalah kenapa ? krn sejak dulu mereka tidak pernah mau bersosialisasi dengan orang pribumi sedangkan turunan arab,india,dan eropa yang ada di aceh sangat biasa bergaul dengan penduduk setempat. kalau turunan etnis yang disebut diatas kenapa etnis tionghoa tidak mampu melakukan itu??dan bertempat tinggal pun tetap, mereka selalu berkelompok bagaimana bisa saling memahami jika hal ini tetap berlangsung,kalau dibilang pribumi yang mendiskriminasi sebenarnya justru terbalik merekalah mendiskriminasi kelompok pribumi mari kita lihat apa yg sudah mereka nikmati di negri ini harta tempat tinggal, semua sektor ekonomi mereka kuasai. jadi siapa sekarang yang mendiskriminasi atau yg didiskriminasi.

sumber : http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:k8QRGjIlcQUJ:kippas.wordpress.com/2007/08/21/prasangka-dan-diskriminasi-terhadap-etnis-tionghoa/+kasus+dan+solusi+prasangka+diskriminasi+dan+etnosentrisme&cd=20&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a
Konflik Sosial Kasus Tegal Dan Cilacap

PENDAHULUAN Latar Belakang Konflik merupakan bagian tak terpisahkan dari masyarakat. Konflik dapat bersifat tertutup (latent), dapat pula bersifat terbuka (manifest). Konflik berlangsung sejalan dengan dinamika masyarakat. Hanya saja, terdapat katup-katup sosial yang dapat menangkal konflik secara dini, sehingga tidak berkembang meluas. Namun ada pula faktor-faktor di dalam masyarakat yang mudah menyulut konflik menjadi berkobar sedemikian besar, sehingga memporakporandakan rumah, harta benda lain dan mungkin juga penghuni sistem sosial tersebut secara keseluruhan. Dalam suasana sistem sosial masyarakat Indonesia yang sangat rentan terhadap berbagai gejolak ini, sedikit pemicu saja sudah cukup menyebabkan berbagai konflik sosial. Konflik antar desa di Tegal (Senin, 10 Juli 2000) dan konflik antar kampung di Cilacap (Kamis, 6 Juli 2000) hanyalah merupakan contoh betapa hal-hal yang bersifat sangat sederhana ternyata dapat menjadi penyulut timbulnya amuk dan kerusuhan massa yang melibatkan bukan hanya pihak-pihak yang bertikai, melainkan juga seluruh desa. Desa-desa dan kampung-kampung di Jawa Tengah yang sudah sejak puluhan dan bahkan ratusan tahun hidup dalam keharmonisan antar tetangga dan antar desa tersebut dapat berubah total menjadi saling serang dan saling menghancurkan rumah warga desa lain yang dianggap musuhnya. Pemerintah sebagai penanggungjawab keamanan dan ketertiban dalam masyarakat sangat berperan penting dalam menciptakan suasana harmonis antar berbagai kelompok dalam masyarakat. Namun, bila pengendalian sosial oleh pemerintah melalui perangkat-perangkat hukumnya tidak berjalan, maka pengendalian sosial dalam bentuk lain akan muncul dalam masyarakat. Sebagaimana berbagai kerusuhan massal yang pernah terjadi sebelumnya, pemicu-pemicu tersebut bukanlah penyebab utama. Ini hanyalah casus belli yang memunculkan konflik terpendam yang berakumulasi secara bertahap. Penyebab utamanya mungkin baru dapat diketahui setelah suatu kajian yang seksama dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Dalam kaitan inilah, kajian singkat ini ingin diletakkan. Kajian yang ditulis dalam laporan ini, mungkin saja mengalami perubahan dengan berlangsungnya waktu, yaitu dengan semakin diketahuinya faktor-faktor lokal (indigenious factors). Meskipun demikian, laporan ini tetap di dasarkan atas data sekunder terbatas dengan pendekatan yang kritis. Tujuan Tujuan utama dari kajian singkat ini adalah untuk mengidentifikasi konflik, mencari faktor pendorong, pemicu dan penyebab terjadinya konflik yang dampaknya sangat merugikan, serta sebagai basis pembuatan peta daerah rawan konflik . Metode Pendekatan Data yang digunakan sebagai dasar analisis adalah menggunakan data sekunder dan berbagai berita dari berbagai sumber media massa. Meskipun demikian, diupayakan dengan mencermati faktor-faktor setempat yang lebih dominan sebagai penyebab utama (prima causa). KONFLIK ANTAR KELOMPOK DALAM MASYARAKAT KASUS TEGAL Letak Geografi Desa Karangmalang Kecamatan Kedungbanteng dan Desa Harjosari Kecamatan Suradadi terletak di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Kabupaten Tegal merupakan salah satu kabupaten dari 29 kabupaten dan 6 (enam) kotamadya di Jawa Tengah. Desa Harjosari mempunyai luas 5,6 hektar dengan penduduk 9.960 jiwa (824 KK). Penduduk Kampung Randu, desa Harjosari, umumnya petani, buruh tani, pedagang bakulan dan sebagian lagi sebagai tenaga kasar di beberapa kota besar terdekat. Jarak terhadap kota kecamatan kurang lebih 20 kilometer. Kronologi Peristiwa Sebagaimana diberitakan oleh berbagai media massa, peristiwa amuk massa di Tegal terjadi secara bergelombang. Peristiwanya bermula dari perkelaian antar kelompok kedua desa, yaitu warga Desa Karangmalang, Kecamatan Kedungbanteng dan warga Desa Harjosari, Kecamatan Suradadi, keduanya di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Ini terjadi pada hari Minggu malam jam 23:00 WIB di dekat rumah Sipon, warga desa Kampung Randu, Desa Harjosari yang menikahkan anak perempuannya dengan menanggap pertunjukan wayang golek. Dalam perkelaian tersebut, Bugel alias Karyono bin Wahid(25), seorang warga Desa Karangmalang tewas satu jam kemudian dalam perjalanan ke rumah sakit. Tangan Bugel dibabat hingga putus dengan senjata tajam. Tewasnya Bugel menimbulkan tindakan pembalasan warga Karangmalang terhadap warga Kampung Harjosari yang mayoritas tidak tahu menahu dan tidak mempunyai kaitan langsung dengan insiden Minggu malam. Sasaran utama pembalasan ini adalah Sa (34). Serangan pertama dilakukan oleh warga desa Karangmalang terhadap desa Kampung Randu pukul 04:00 WIB dan kedua pukul 07:00 WIB. Sebagai akibatnya, sebagian besar rumah warga Harjosari yang menggantungkan nafkahnya sebagai petani dan pedagang berubah menjadi lautan api. Ratusan warga Karangmalang yang sudah melengkapi dirinya dengan berbagai senjata tajam, pentungan, bom molotov dan jerigen berisi bensin membakar dan memporakporandakan Desa Harjosari. Warga Desa Harjosari yang melihat gelagat berbahaya ini telah mengosongkan rumahnya dan meninggalkan desanya untuk menyelamatkan diri. Sebagian warga masih sempat menyelamatkan harta benda mereka seperti pesawat televisi, sepeda, ternak dan pakaian ala kadarnya. Pihak keamanan, sejak terjadinya konflik antar kelompok di Kampung Randu Minggu malam sebenarnya sudah menduga akan terjadi aksi massa yang lebih besar. Namun aparat keamanan mengaku kebobolan karena aksi tersebut dilakukan oleh ribuan warga Karangmalang. Pihak keamanan sudah melakukan upaya menutup jalur pintu masuk dari Desa Harjosari dan Karangmalang dan sebaliknya. Namun pihak keamanan tidak dapat berbuat banyak ketika penyerbuan tersebut dilakukan melalui hutan jati yang langsung menembus Desa Harjosari. Akibat aksi massa tersebut, menurut Kepala Desa Harjosari, dari sebanyak 368 rumah di Harjosari, sebanyak 129 rumah diantaranya dibakar dan 116 rumah lainnya dirusak secara membabi buta dengan tingkat kerusakan berat dan ringan Warga Harjosari yang menyelamatkan diri tetap bertahan di pengungsian hingga Senin (10 Juli 2000). Ini berkisar 1.300 jiwa. Mereka tetap bertahan hingga Selasa besok paginya, menunggu situasi kampung aman kembali. Langkah Tindak Lanjut Peristiwa tersebut telah membuat kalang kabut aparat keamanan setempat, yang segera hadir di tempat, yaitu Kepolisian Wilayah Tegal, satuan Unit Perintis Sabhara, Brimob dari Tegal, Pemalang dan Pekalongan. Bantuan juga datang dari Kodim dan Batalyon 407 Slawi. Untuk mencegah aksi balas dendam perbatasan kedua wilayah ditutup sementara. Polisi telah menangkap 5 (lima) warga Desa Harjosari yang diduga melakukan pemukulan terhadap Bugel dan kawan-kawan, yaitu Wasrin bin Kramat (27), Sarono (23), Supardi (23), Sukarjo (27) dan Hadi (22). Namun, tersangka yang diduga kuat menusuk dan membabat tangan Bugel telah kabur sekeluarga. Beberapa warga yang terlibat amuk massa, beberapa di antaranya juga menghilang dari desanya. Mereka tertangkap setelah petugas seharian menyisir kawasan hutan jati sekitar desa. Pasukan keamanan sebanyak 300 orang tetap disiagakan di kedua desa yang bertikai. Kawasan hutan jati yang berbatasan dengan Desa Harjosari yang digunakan sebagai jalur penyerbuan ke desa tersebut tetap dijaga ketat. Bupati Tegal bersama Ketua DPRD dan Kapolres setempat berusaha menangkan warga kedua kampung yang bertikai dan mencegah tindakan pembalasan yang sangat merugikan kedua belah pihak. Hingga Rabu (12 Juli 2000) sedikitnya 75 warga Desa Karangmalang yang diduga sebagai pelaku aksi amuk massa ditangkap aparat kepolisian gabungan dari Kepolisian Resor Slawi dan Kepolisian Wilayah Pekalongan. Dari jumlah tersebut, 8 (delapan) di antaranya diduga sebagai provokator. Seorang tersangka provokator merupakan perangkat desa setempat dan seorang lagi merupakan pegawai negeri sipil. Warga yang tertangkap tersebut ditahan di Markas Kepolisian Resor Slawi, Kabupaten Tegal. Kepala Desa Karangmalang tidak keberatan warganya ditangkap asal pelaku pembunuhan warga Karangmalang juga diadili. Semula, terjadi bentrokan aparat dengan warga Karangmalang saat polisi menangkap pelaku pembakar rumah dari pintu ke pintu. Dari sebanyak 89 orang yang ditangkap, setelah pemeriksaan yang intensif hanya 17 orang yang resmi berstatus tersangka, 72 orang lainnya dibebaskan. Hari Kamis (13 Juli 2000) sore, Tim Penyidik Polres Tegal mulai memeriksa 300 warga Kampung Randu sebagai saksi. Saksi-saksi tersebut diakui sangat kooperatif yang diduga merupakan karakter asli warga setempat. KASUS CILACAP Letak Geografi Kampung Sumpin, Kampung Kebonmanis di satu pihak dan Kampung Plikon di lain pihak merupakan kampung-kampung di Kabupaten Cilacap. Kabupaten Cilacap juga merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah yang berlokasi di kawasan pantai selatan Pulau Jawa. Kronologi Peristiwa Konflik ini melibatkan warga Kampung Sumpian yang didukung warga Kebonmanis melawan warga Kampung Plikon, Desa Adipala, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap. Konflik antar warga ini dipicu oleh Suworyono yang memalak beberapa warga Kampung Plikon yang sedang main lotre. Penolakan warga ini berakhir dengan insiden pemukulan warga Plikon kepada Suwaryono bin Madislam (26). Suwaryono yang tidak menerima perlakuan ini memanggil teman-temannya sebanyak sekitar 20 orang, termasuk dua adiknya, yaitu Genjo dan Djoko. Mereka mendatangi rumah Nana Witana, tempat mengadu permainan. Warga yang sudah jengkel, akhirnya mengeroyok Suwaryono. Korban yang sudah tidak berdaya disiram bensin dan dibakar hingga tewas. Aksi ini berlangsung sekitar pukul 16:00 WIB hari Kamis (6 Juli 2000). Tewasnya warga Kebonmanis ini berbuntut panjang. Ratusan warga Sumpilan dan Kebonmanis yang membawa pentungan, parang, bensin dan senjata tajam lainnya, sekitar pukul 20:00 WIB menyerang Kampung Plikon. Mereka membakar rumah warga setempat, terutama yang berada di tepi jalan. Sebanyak 32 bangunan rumah habis terbakar. Warga Plikon bergegas menyelamatkan diri. Hal yang mengherankan, ketiga desa yang bertikai tersebut adalah desa-desa yang berdekatan dan banyak yang mempunyai hubungan keluarga. Langkah Tindak Lanjut Sebanyak 7 (tujuh) peleton aparat keamanan yang terdiri dari polisi termasuk Brimob dan aparat Kodim Cilacap dikerahkan untuk mengamankan situasi. Petugas baru berhasil menguasai keadaan menjelang tengah malam. Mereka membentuk pagar betis untuk memisahkan penduduk dua kampung yang bertikai. Polisi telah menangkap 11 warga Plikon yang diduga kuat terlibat dalam aksi pembakaran terhadap Suwaryono. Sebanyak 8 (delapan) warga Plikon telah ditahan. Mereka adalah Sabar (42), Bagio (23), Nana Witana (65), Karsidi (25), Sugihartono (24), Sulyono (25), Sukirno (20) dan Nurhadi (30). ANALISIS KEJADIAN Menurut sumber setempat, pertikaian antar warga dari kedua desa di Tegal bukan yang pertama kali terjadi. Pertikaian massal sebelumnya terjadi pada akhir Desember 1999. Saat itu, warga Karangmalang juga meninggal pada peristiwa di kampung yang sama. Dalam pemeriksaan polisi, beberapa warga Karangmalang yang sempat menginap di Polres Tegal sebagai saksi menyatakan bahwa tidak pernah terpikir sebelumnya akan membakari rumah warga Harjosari. Namun karena pengaruh hasutan, provokasi dari orang-orang tertentu yang dianggap tokoh, dia bersama warga lainnya akhirnya bergabung dalam aksi amuk massa tersebut. Warga yang menjalani pemeriksaan sangat kooperatif dalam menjawab berbagai pertanyaan terutama tentang sejumlah nama yang merupakan penyandang dana untuk membeli bensin atau provokator. Bersama 16 warga lainnya, seorang perangkat desa yang diduga bertindak sebagai penyandang dana telah ditahan di Polres Tegal. Memang sulit membayangkan kedua desa bertetangga, meskipun secara administratif berbeda kecamatan, dapat bertikai sedemikian ganas. Desa Harjosari dan Karangmalang merupakan wilayah perbatasan antara Kecamatan Suradadi dan Kecamatan Kedungbanteng di Kabupaten Tegal. Kedua desa berjarak kurang lebih 6 (enam) kilometer, suatu jarak yang sangat dekat untuk suatu kawasan desa. Perilaku warga Harjosari umumnya baik-baik. Mereka gampang diatur, sangat toleran, suka membantu sama lain dan tidak suka kekerasan. Namun akhir-akhir menjelang terjadinya amuk massa, ulah sekelompok pemuda yang kurang simpatik menyebabkan Kampung Randu seperti dikucilkan oleh warga kampung lain. Kesan ini muncul ketika terjadi serbuan ke Kampung Randu. Tidak ada warga kampung lain satupun yang berniat untuk membantu melerai atau mencegah penyerbu. Kejadian-kejadian tersebut tampaknya berlangsung sejalan dengan adanya sinyalemen persaingan bisnis kayu jati. Perseteruan terselubung antar desa tersebut membuat salah satu kelompok seolah-olah sengaja menciptakan situasi ini untuk menjarah kayu jati. Konon, pada waktu terjadi serbuan massa Senin dini hari dan berlanjut Senin pagi, pada saat yang sama terjadi penjarahan pohon jati di kawasan hutan yang letaknya berbatasan dengan Desa Harjosari. Kedua desa bertetangga sebenarnya merupakan desa yang yang relatif terpencil dan bukan daerah subur. Nafkah warga tampaknya terbantu oleh lokasi desa yang berbatasan dengan hutan jati Kesatuan Pemangkuan Hutan Wilayah Pekalongan. Selain bertani, sebagian warga memperoleh pendapatannya dari berjualan kayu jati yang sudah dibuat bahan bangunan. Daun pintu, misalnya, dapat laku dijual Rp 175.000 hingga Rp 200.000/buah. Kusen pintu dan jendela bisa mencapai Rp 100.000 sampai Rp 150.000/buah. Dalam suasana maraknya usaha bahan bangunan , penebangan kayu di hutan secara illegal tidak mendapatkan sanksi apapun. Penegakan hukum seolah-olah tidak berjalan. Ini tampaknya menimbulkan perasaan jengkel berkepanjangan pada warga lain yang kurang memperoleh akses terhadap sumberdaya hutan jati. Oleh karena itu, meninggalnya salah seorang warga Karangmalang merupakan pemicu bagi pembalasan terhadap warga Harjosari yang dianggap sebagai sumber kerusuhan. Sedangkan dalam kasus kerusuhan di Cilacap, tidak banyak yang dapat diungkap dari kejadian ini, kecuali bahwa aksi pembakaran korban hingga tewas Suwaryono merupakan korban tewas yang ke 15 dengan modus dibakar dalam peristiwa amuk massa di wilayah Cilacap dalam kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir. Satu hal sudah jelas, bahwa pemalakan dalam kaitan ini bukanlah sebab utama terjadinya pembakaran. Ini hanyalah merupakan pemicu timbulnya kerusuhan yang lebih besar yang berakhir dengan pembakaran rumah warga yang notabene merupakan orang-orang yang masih mempunyai hubungan keluarga antar satu dan lain desa. KESIMPULAN Dari uraian di atas, dapatlah disimpulkan sebagai berikut: Pemicu utama dalam kasus kerusuhan massa di Tegal antara warga Kampung Randu, Desa Harjosari, Kecamatan Suradadi melawan Desa Karangmalang, Kecamatan Kedungbanteng di Kabupaten Tegal adalah kematian Bugel bin Wahid (25), warga Desa Karangmalang, yang bertandang di Desa Harjosari. Warga Karangmalang kemudian membalas kematian warganya ini dengan menyerbu Kampung Randu, Desa Harjosari, Senin (10 Juli 2000) dinihari secara bergelombang. Akibatnya, dari 368 rumah Kampung Randu yang ada, sebanyak 129 rumah dibakar, sebanyak 116 rumah lainnya mengalami rusak berat dan ringan. Akar permasalahan utama peristiwa ini tampaknya lebih dilandasi oleh persaingan laten antar sebagian warga ke dua desa karena mempunyai akses terhadap sumberdaya alam hutan kayu jati secara illegal, namun tidak ditindak secara hukum. Ini menimbulkan kecemburuan sosial bagi desa-desa di sekitarnya yang lebih jauh dan kurang mempunyai akses terhadap sumberdaya alam tersebut. Pemicu utama kasus konflik antar kampung di Cilacap yang melibatkan warga Kampung Sumpilan yang didukung oleh warga Kampung Kebonmanis di satu pihak melawan warga Kampung Plikon, Kecamatan Adipala, keduanya di Kabupaten Cilacap, adalah pemalakan Suwaryono bin Masdilam (26) terhadap warga Kampung Plikon yang berakhir dengan dibakarnya Suwaryono Kamis (6 Juli 2000) malam. Tewasnya Suwaryono menyulut aksi balas dendam warga Sumpilan (kampung asal korban) dan kampung Kebonmanis dengan menyerbu rumah warga Kampung Plikon. Akibatnya, sebanyak 32 rumah hangus dimakan api. Sepeda motor Suwaryono juga ikut dibakar. Akar permasalahan utama dari peristiwa ini belum dapat dikemukakan dalam analisis ini karena belum ada data yang diperoleh. Untuk hal ini kiranya perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam melalui kunjungan ke daerah kejadian. Dalam kejadian itu dapat ditelusuri secara lebih luas, mengapa orang di kedua kampung itu mudah melampiaskan kemarahan dengan merusak, membunuh, membakar dan menghancurkan benda-benda yang dianggap milik "musuh". Apakah mungkin ada provokasi dari luar, dan apakah masyarakat di kedua desa itu mengalami tekanan mental dan beban hidup sehari-hari menjadi mudah meledakkan emosinya. Kedua kasus konflik sosial tampaknya merupakan indikasi semakin rentannya kondisi psikologi, sosial, ekonomi, hukum, politik dan keamanan. Hal-hal yang kurang lebih serupa, sampai batas-batas tertentu, dapat dijumpai di daerah-daerah lain, dengan sedikit banyak perbedaan. Ini misalnya dapat disimak dari berbagai peristiwa konflik sosial yang terjadi kurang lebih hampir bersamaan, yaitu sepanjang bulan Juni-Juli 2000. Beberapa contoh di antaranya: Konflik antar warga Kampung Hanja, Cibuntiris dan Sindang Jaya, Kecamatan Bojonggambir, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat (21-24 Juni 2000). Penyerangan terhadap warga Kampung Hanja dan Buntiris, konon diawali oleh isu penduduk Kampung Hanja menganut aliran sesat. Sebanyak 30 rumah warga Hanja dibakar oleh sekitar 100 orang bertopeng secara bergelombang dalam 4 hari. Kerusuhan di Kumai, Kelurahan Kumai Hulu, Kecamatan Kumai Hulu, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah (Rabu, 5 Juli 2000). Sebanyak 4 (empat) orang tewas dan 2 (dua) rumah warga dibakar massa. Ini dipicu oleh pertengkaran antara buruh dan cukongnya. Namun buruh yang nekad bersama kelompoknya melakukan penyerangan yang berubah menjadi aksi pembakaran rumah di sekitar cukong. Kerusuhan di Ruteng, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (Sabtu, 8 Juli 2000). Peristiwa ini dipicu oleh aksi tiga pedagang kasur keliling yang disukan menyebarkan roti mengandung virus rabies untuk membuat anjing yang memakannya terjangkit penyakit rabies. Sebanyak 2 (dua) orang korban yang tewas adalah para pedagang tersebut, 1 (satu) pedagang lainnya meskipun babak belur dapat diselamatkan, karena dihakimi massa yang marah. Keributan antar warga Kampung Gabus, Desa Srimukti, Kecamatan Tambun, Bekasi dan Kampung Pangkalan, Desa Kedungpengawas, Kecamatan Babelan, Bekasi. Dua (2) orang warga Kampung Gabus yang akan melakukan penyerangan ke desa tetangganya, kampung Pangkalan tewas tenggelam di kali (Jum’at, 14 Juli 2000 dan Sabtu 15 Juli 2000). Tawuran pemuda di Matraman antara Palmeriam/kayumanis/Tegalan dan Berlan/Kebonmanggis/Manggarai pinggir kali (berkali-kali, Sabtu, 15 Juli 2000 dan terakhir 24 Juli 2000).
SOLUSI :
Tindakan hukum yang jelas dan tegas (law enforcement) terhadap pencurian kayu jati yang "diduga" telah dilakukan oleh sementara penduduk yang bermukim berdekatan dengan hutan jati. Muspida setempat perlu melakukan forum komunikasi dengan para warganya dan penyuluhan-penyuluhan sosial tentang berbagai kerugian akibat perselisihan antar desa. Di samping itu, juga perlu disosialisasikannya berbagai cara untuk menghindari berbagai kemungkinan provokasi. Sedapat mungkin perlu pula diusahakan kegiatan bersama antar desa yang memungkinkan warga antar desa membina hubungan komunikasi yang positif. Untuk kasus Cilacap, alternatif solusi belum dapat kami sampaikan. *end (Kebijakan Publik – Kedeputian Dinamika Masyarakat)

Sumber :
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:cVLZB2-2XroJ:www.ristek.go.id/%3Fmodule%3DNews%2520News%26id%3D279+contoh+kasus+dan+solusi+ilmu+pengetahuan+dan+teknologi&cd=23&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a
BAHASA INDONESIA
DAN
KESEJAHTERAAN SOSIAL


Bahasa Indonesia merupakan bahasa Nasional. Bahasa ini wajib dikuasai seluruh masyarakat bangsa Indonesia tanpa terkecuali. Bahkan tidak hanya dikuasai, namun juga harus dipraktekkan dengan baik dan benar. Fungsi lain daripada bahasa Indonesia adalah sebagai alat pemersatu bangsa karena kita telah tahu bahwa bangsa kita ini terdiri atas bermacam-macam suku, adat dan bahasa.

Bahasa Indonesia memiliki suatu peranan penting dalam kehidupan rakyat Indonesia. Terlebih lagi bagi suatu masyarakat yang berada jauh dari ibukota. Bahkan berada jauh di pelosok pedesaan. Padahal, seluruh kegiatan di pemerintahan adalah menggunakan bahasa Indonesia, berkomunikasi dengan atasan juga menggunakan bahasa Indonesia. Maka selain fungsi dan manfaat yang telah dijabarkan di atas, bahasa Indonesia juga bisa mempermudah kegiatan manusia, terutama dalam kasus ini adalah penyelesaian pekerjaan.

Berbicara lebih jauh mengenai bahasa Indonesia, di sini saya akan mencoba memaparkan hubungan antara bahasa Indonesia dengan kesejahteraan sosial. Bahasa Indonesia dapat menyejahterakan rakyat.
Contoh Kasus Masyarakat Perkotaan dan Pedesaan
Adat dan Bahsa Bangsa Indonesia


mengherankan bagi kebanyakan orang. Namun, boleh jadi paparan saya berikut ini bisa memberikan suatu sudut pandang baru dalam upaya mencintai bahasa Indonesia ini.

Di dalam masyarakat perkotaan besar, tentu bahasa wajib adalah menggunakan bahasa Indonesia, lalu bagaimana dengan masyarakat di pedesaan? Pasti mereka masih menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa kebanggaan mereka. Di sini melestarikan bahasa daerah adalah sangat perlu, namun tidak bisa dipungkiri penggunaan bahasa Indonesia tentu lebih penting lagi sebagai seuatu kesadaran berbangsa satu, yakni bangsa Indonesia.

Dalam suatu contoh kasus, alkisah di sebuah desa yang sangat terpencil terdapatlah sebuah kelompok masyarakat yang diakui sebagai warga Negara Indonesia. Namun dalam masyarakat ini 90% masih tidak bisa berbahasa Indonesia, melainkan masih menggunakan bahasa Daerah. Tentu mereka yang 10% ini bisa berbahasa Indonesia karena mendapatkan pengajaran di kelas(hanya tokoh-tokoh masyarakat saja yang bisa mencicipi bangku sekolah). Maka mereka inilah yang akan bisa duduk di kursi pemerintahan di desa tersebut(walau hanya sebagai pegawai desa) namun kesejahteraan mereka lebih baik dibandingkan dengan warga lainnya. Nah di sini jelas bahwa bahasa Indonesia bisa mengangkat derajat seseorang yang dalam kasus ini seseorang bisa menjadi pegawai negeri dan mendapatkan gaji dari negara.

Contoh kasus lain, dalam masyarakat perkotaan. Ada seorang calon mahasiwa, dia baru lulus SMA, bingung akan menentukan jurusan apa, karena dia sangat menyukai bahasa Indoensia, maka diputuskanlah olehnya bahwa dia akan melanjutkan kuliah dengan mengambil jurusan bahasa Indonesia. Setelah tekun belajar akhirnya dia lulus dengan predikat yang sangat memuaskan. Ada berita bahwa dia akan direkomendasikan untuk mendapatkan beasiswa S-2 di kampus tempat ia kuliah tersebut. Inilah, banar adanya bila bahasa Indonesia dapat sebagai sarana untuk bisa menjadikan masyarakat lebih sejahtera dari sebelumnya.

Dalam kehidupan sehari-hari, bahasa Indonesia ini sangat dibutuhkan oleh kita, apalagi di tengah-tengah kehidupan Ibukota. Coba kita lirik seorang pencipta dan penyanyi Iwan Fals, di sini kaitan bahasa terutama dalam bidang sastra musik bisa memberikan pengaruh kepada pemerintahan yang pernah dzalim kepada rakyatnya sehingga bisa sadar dan ornag-orang yang tertindas bisa mendapatkan kembali hak-haknya. Sungguh bahasa Indonesia memiliki kekuatan yang amat hebat. Atau dapat kita susuri pada masa-masa angkatan ’45 seperti Chairil Anwar dan para sejawatnya, beliau-beliau ini menggunakan bahasa Indonesia yang diimplementasikan dalam sebuah karya sastra puisi atau pun novel yang memberikan pengaruh positif juga bagi kesejahteraan.

Dari semua paparan di atas, jelaslah bahwa bahasa Indonesia dan kesejahteraan itu juga memiliki kaitan dan hubungan yang tidak bisa dianggap remeh. Demikianlah, maka kita patut berbangga menggunakan bahasa Indonesia ini dengan baik dan benar di samping merupakan identitas bangsa kita, ternyata labih dari itu bahasa Indonesia bisa meyejahterakan masyarakat atau meningkatkan kesejahteraan itu.

Mari kita mencintai bahasa Indonesia ini seperti kita mencintai bangsa kita tercinta, bangsa Indonesia. Merdeka..Merdeka

Sumber : http://www.scribd.com/doc/13246196/Makul-Bahasa-Indonesia-Bahasa-Indonesia-Dan-Kesejahteraan-Sosial
Contoh kasus 2 pelapisan social dan persamaan derajat
Peranan pria dan wanita yang dikonstruksi oleh norma sosial dan nilai sosial budaya masyarakat disebut peran gender. Ini artinya, peran gender tidak ditentukan oleh perbedaan kelamin seperti Halnya peran kodrat (yang akan diuraikan pada bagian berikut dari tulisan ini). Peranan adalah hak dan kewajiban yang dijalankan oleh seseorang, pria atau wanita pada kedudukan (posisi) tertentu. Jadi, setiap kedudukan dilengkapi dengan seperangkat peranan. Semakin tinggi kedudukan seseorang semakin tinggi pula peranannya, sebaliknya semakin rendah kedudukan seseorang semakin rendah pula peranan yang dapat dijalankannya.
Pria dan wanita merupakan dua insan yang berbeda, tetapi bukan untuk dibeda-bedakan. Itulah makanya, di dalam UUD RI 1945 dan GBHN 1993, di antaranya diamanatkan bahwa pria dan wanita mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam pembangunan. Akan tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa wanita mempunyai status yang lebih rendah dan mengalami ketertinggalan yang lebih banyak jika dibandingkan dengan pria dalam berbagai bidang pembangunan, baik sebagai pelaku pembangunan maupun sebagai penikmat hasil pembangunan. Oleh karena itu, peningkatan peranan wanita yang berwawasan gender sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, merupakan upaya untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender atau kemitrasejajaran yang harmonis antara pria dengan wanita. Artinya, pria dan wanita mempunyai hak, kewajiban, kedudukan-peranan dan kesempatan yang sama dalam pembangunan, baik pembangunan di bidang politik, ekonomi, sosial budaya maupun pembangunan di bidang pertahanan dan keamanan. Pria dan wanita sama-sama merupakan tenaga yang berpotensi tinggi. Mengikutsertakan pria dan wanita dalam proses pembangunan, berarti merupakan tindakan yang efisien dan efektif.
Megawati Soekarno Putri menjadi presiden wanita pertama di Indonesia
Diah Permata Megawati Setiawati Soekarnoputri atau umum dikenal sebagai Megawati Soekarnoputri (lahir di Yogyakarta, 23 Januari 1947; umur 63 tahun) adalah Presiden Indonesia yang kelima yang menjabat sejak 23 Juli 2001 – 20 Oktober 2004. Ia merupakan presiden wanita Indonesia pertama dan anak presiden Indonesia pertama yang mengikuti jejak ayahnya menjadi presiden. Pada 20 September 2004, ia kalah oleh Susilo Bambang Yudhoyono dalam tahap kedua pemilu presiden 2004.
Ia menjadi presiden setelah MPR mengadakan Sidang Istimewa MPR pada tahun 2001. Sidang Istimewa MPR diadakan dalam menanggapi langkah Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang membekukan lembaga MPR/DPR dan Partai Golkar. Ia dilantik pada 23 Juli 2001. Sebelumnya dari tahun 1999-2001, ia menjabat Wakil Presiden di bawah Gus Dur.
Megawati juga merupakan ketua umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sejak memisahkan diri dari Partai Demokrasi Indonesia pada tahun 1999.

Karir politik

1993
Dalam Kongres Luar Biasa PDI yang diselenggarakan di Surabaya 1993, Megawati terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PDI.

1996
Namun, pemerintah tidak puas dengan terpilihnya Mega sebagai Ketua Umum PDI. Mega pun didongkel dalam Kongres PDI di Medan pada tahun 1996, yang memilih Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI.
Mega tidak menerima pendongkelan dirinya dan tidak mengakui Kongres Medan. Ia masih merasa sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Kantor dan perlengkapannya pun dikuasai oleh pihak Mega. Pihak Mega tidak mau surut satu langkah pun. Mereka tetap berusaha mempertahankan kantor DPP PDI. Namun, Soerjadi yang didukung pemerintah memberi ancaman akan merebut secara paksa kantor DPP PDI yang terletak di Jalan Diponegoro.
Ancaman Soerjadi kemudian menjadi kenyataan. Tanggal 27 Juli 1996 kelompok Soerjadi benar-benar merebut kantor DPP PDI dari pendukung Mega. Aksi penyerangan yang menyebabkan puluhan pendukung Mega meninggal itu, berbuntut pada kerusuhan massal di Jakarta yang dikenal dengan nama Peristiwa 27 Juli. Kerusuhan itu pula yang membuat beberapa aktivis mendekam di penjara.
Peristiwa penyerangan kantor DPP PDI tidak menyurutkan langkah Mega. Malah, ia makin mantap mengibarkan perlawanan. Ia memilih jalur hukum, walaupun kemudian kandas di pengadilan. Mega tetap tidak berhenti. Tak pelak, PDI pun terbalah dua: PDI di bawah Soerjadi dan PDI pimpinan Mega. Pemerintah mengakui Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Namun, massa PDI lebih berpihak pada Mega.
1993
Dalam Kongres Luar Biasa PDI yang diselenggarakan di Surabaya 1993, Megawati terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PDI.
1996
Namun, pemerintah tidak puas dengan terpilihnya Mega sebagai Ketua Umum PDI. Mega pun didongkel dalam Kongres PDI di Medan pada tahun 1996, yang memilih Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI.
Mega tidak menerima pendongkelan dirinya dan tidak mengakui Kongres Medan. Ia masih merasa sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Kantor dan perlengkapannya pun dikuasai oleh pihak Mega. Pihak Mega tidak mau surut satu langkah pun. Mereka tetap berusaha mempertahankan kantor DPP PDI. Namun, Soerjadi yang didukung pemerintah memberi ancaman akan merebut secara paksa kantor DPP PDI yang terletak di Jalan Diponegoro.
Ancaman Soerjadi kemudian menjadi kenyataan. Tanggal 27 Juli 1996 kelompok Soerjadi benar-benar merebut kantor DPP PDI dari pendukung Mega. Aksi penyerangan yang menyebabkan puluhan pendukung Mega meninggal itu, berbuntut pada kerusuhan massal di Jakarta yang dikenal dengan nama Peristiwa 27 Juli. Kerusuhan itu pula yang membuat beberapa aktivis mendekam di penjara.
Peristiwa penyerangan kantor DPP PDI tidak menyurutkan langkah Mega. Malah, ia makin mantap mengibarkan perlawanan. Ia memilih jalur hukum, walaupun kemudian kandas di pengadilan. Mega tetap tidak berhenti. Tak pelak, PDI pun terbalah dua: PDI di bawah Soerjadi dan PDI pimpinan Mega. Pemerintah mengakui Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Namun, massa PDI lebih berpihak pada Mega.

1997
Keberpihakan massa PDI kepada Mega makin terlihat pada pemilu 1997. Perolehan suara PDI di bawah Soerjadi merosot tajam. Sebagian massa Mega berpihak ke Partai Persatuan Pembangunan, yang kemudian melahirkan istilah "Mega Bintang". Mega sendiri memilih golput saat itu.

1999
Wakil Presiden RI Megawati Soekarnoputri (1999-2001)
Pemilu 1999, PDI Mega yang berubah nama menjadi PDI Perjuangan berhasil memenangkan pemilu. Meski bukan menang telak, tetapi ia berhasil meraih lebih dari tiga puluh persen suara. Massa pendukungnya, memaksa supaya Mega menjadi presiden. Mereka mengancam, kalau Mega tidak jadi presiden akan terjadi revolusi.
Namun alur yang berkembang dalam Sidang Umum 1999 mengatakan lain: memilih KH Abdurrahman Wahid sebagai Presiden. Ia kalah tipis dalam voting pemilihan Presiden: 373 banding 313 suara.

2001
Namun, waktu juga yang berpihak kepada Megawati Sukarnoputri. Ia tidak harus menunggu lima tahun untuk menggantikan posisi Presiden Abdurrahman Wahid, setelah Sidang Umum 1999 menggagalkannya menjadi Presiden. Sidang Istimewa MPR, Senin (23/7/2001), telah menaikkan statusnya menjadi Presiden, setelah Presiden Abdurrahman Wahid dicabut mandatnya oleh MPR RI.

2004
Masa pemerintahan Megawati ditandai dengan semakin menguatnya konsolidasi demokrasi di Indonesia, dalam masa pemerintahannyalah, pemilihan umum presiden secara langsung dilaksanakan dan secara umum dianggap merupakan salah satu keberhasilan proses demokratisasi di Indonesia. Ia mengalami kekalahan (40% - 60%) dalam pemilihan umum presiden 2004 tersebut dan harus menyerahkan tonggak kepresidenan kepada Susilo Bambang Yudhoyono mantan Menteri Koordinator pada masa pemerintahannya.

Solusi dan kesimpulan
Kesetaraan gender bias diartikan dengan kesamaan kesempatan antara pria dan wanita diberbagai bidang , banyaknya ketimpangan yang dirasakan bias keluar dari bentuknya dengan sosialisasi bahwa dalam mengenai hak perempuan mempunyai posisi yang sama dengan laki-laki meskipun tidak melupakan kodrat dan kewajibannya sebagai perempuan.

sumber : http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:H1ASj-CsMvYJ:sorayaaya.blogspot.com/2010/10/contoh-kasus-2-pelapisan-social-dan.html+contoh+kasus+pelapisan+sosial+dan+persamaan+derajat&cd=5&hl=id&ct=clnk&gl=id
contoh Kasus Penyimpangan Pemuda beserta solusinya:
Masih teringat di benak kita bahwa dalam kasus yang sering diekspose ke public oleh beberapa media massa tentang kekerasan yang dilakukan oleh pemuda yang berprofesi sebagai di STPDN di saat Orientasi Pengenalan Kampus merupakan salah satu kesalahan yang fatal di lingkungan akademisi kampus tersebut. Kenapa tidak? Mahasiswa yang harusnya menjadi agent 0f intellectual, serta agent of change perubahan negeri ini malah memberikan contoh yang tidak baik.
KEKERASAN tampaknya sudah semakin akrab dengan dunia mahasiswa kita. Selain kematian Wahyu Hidayat, mahasiswa STPDN, kekerasan juga sering terjadi dalam tawuran antarmahasiswa, baik berbeda perguruan tinggi maupun sesama mahasiswa pada perguruan tinggi yang sama.
APA yang sebenarnya terjadi pada mahasiswa kita? Kriminolog dari Universitas Indonesia Erlangga Masdiana menyatakan, kekerasan dalam dunia kemahasiswaan sebenarnya tidak hanya terjadi akhir-akhir ini. Dari dulu, katanya, kekerasan hampir selalu mewarnai kegiatan perpeloncoan. Tak jarang perpeloncoan mengakibatkan mahasiswa sakit atau meninggal.
Akan tetapi, kekerasan dalam perpeloncoan itu jarang terekspos ke masyarakat luas. Sebab, pers dan aparat kepolisian waktu itu sangat sulit masuk ke kampus untuk urusan intern.
Sekarang, zaman telah berubah. Pers begitu banyak dan akses ke sumber-sumber berita begitu mudah. Dengan demikian, kejadian kecil saja di dalam kampus bisa terekspos.
Di pihak lain, masyarakat sekarang juga begitu kritis. Sesuatu yang menyimpang dari kewajaran begitu menarik perhatian. Begitu pun dengan kekerasan yang terjadi pada mahasiswa.
Masyarakat awam membayangkan mahasiswa sebagai intelektual calon pewaris bangsa mestinya mempunyai pola pikir dan pola tindak yang intelektual. Dalam menyelesaikan persoalan, tidak sewajarnya mereka menggunakan kekerasan dan kekuatan fisik. Maka, mereka sangat sulit memahami kenapa mahasiswa kita lebih senang tawuran atau bahkan menggunakan kekerasan fisik untuk yuniornya.
Seperti halnya perilaku menyimpang lainnya, kekerasan di dunia kampus sebenarnya bisa dilakukan oleh mahasiswa sebagai individu atau kelompok. Menurut Erlangga, di kampus selalu saja ada individu-individu yang mempunyai kecenderungan berperilaku menyimpang.
Dalam keseharian, individu- individu menyimpang itu mungkin tidak berpengaruh pada kelompok mahasiswa keseluruhan. Akan tetapi, jika ada kesempatan, individu-individu menyimpang itu bergabung dalam satu kelompok, meskipun jumlahnya tidak besar, perilaku mereka bisa mengganggu kehidupan kampus. Apalagi jika mereka mendapat peluang untuk "berkuasa".
Dalam perkembangannya, tawuran pelajar itu kemudian menjadi modus baru kejahatan di Jakarta maupun di kota-kota lain. Mereka naik bus dengan berpura-pura mencari lawannya, tetapi tak jarang mereka melakukan tindak kejahatan, baik terhadap penumpang maupun awak bus. Tidak jarang awak bus dipaksa terus melaju, sementara segerombolan remaja berpakaian seragam merampasi harta benda milik para penumpang.
Seperti efek domino, tawuran pelajar yang semula hanya melibatkan sebagian kecil sekolah di Jakarta kemudian meluas. Sebab, menurut Erlangga, tawuran tidak lagi antarsekolah kemudian berkembang menjadi antarbasis, yaitu pelajar yang naik bus nomor tertentu melawan pelajar lain yang naik bus dengan nomor lain. Selain itu, ada kecenderungan baru mengajak serta siswa dari sekolah lain untuk bergabung melawan siswa dari sekolah yang dianggap sebagai lawannya.
Mereka yang biasa tawuran itulah yang kini menjadi mahasiswa, baik yunior maupun seniornya. Itu masih ditambah dengan dunia pergerakan kampus yang kerap turun ke jalan atas nama reformasi yang dalam aksinya juga sering memancing kekerasan.
MENGAITKAN begitu saja kebiasaan tawuran di kalangan pelajar dengan kekerasan di lingkungan kampus-khususnya masa orientasi studi dan pengenalan kampus (ospek)- kata Erlangga sebenarnya tidaklah mudah. Akan tetapi, bahwa mereka dibesarkan dalam subkultur delinquency (kenakalan anak-anak) itu pada akhirnya memunculkan nilai- nilai sendiri yang bisa jadi berbeda dengan norma yang ada sebelumnya. Salah satunya adalah nilai tentang kekerasan yang sebenarnya merupakan penyimpangan itu, kemudian dianggap lazim. Budaya kekerasan lalu menonjol.
Dalam jumlah, mereka yang berperilaku menyimpang sebenarnya tidak banyak. Akan tetapi, soalnya, dalam tata pergaulan, dalam suatu kelompok, nilai-nilai pribadi yang baik itu akan sangat mudah terkooptasi. Tak heran kalau kemudian seorang mahasiswa yang di rumah begitu manis perilakunya tiba- tiba berubah keras dan ganas ketika berada di dalam kelompok yang sudah terkooptasi kekerasan itu.
"Jati diri bisa hilang. Yang ada adalah identitas kelompok," kata Erlangga. Identitas kelompok itu bisa sangat terasa dalam perkelahian antarmahasiswa yang berbeda perguruan tinggi, berbeda fakultas maupun lokasi kampus, atau berbeda angkatan.
Berkaitan dengan kekerasan yang timbul sebagai ekses ospek dan sejenisnya, Erlangga melihat kenyataan bahwa kampus selalu cenderung menjadi ajang perebutan "kekuasaan" dari individu-individu di dalamnya. Tujuannya, untuk menaikkan posisi tawar dalam dinamika kehidupan kampus yang pada akhirnya juga menaikkan posisi tawarnya di masyarakat nantinya.
Ospek atau perpeloncoan adalah ajang paling mudah untuk menanamkan pengaruh dari senior ke yuniornya. Persoalannya, tidak jarang upaya menanamkan pengaruh itu dilakukan dengan cara-cara kekerasan yang tak terkontrol. Kekerasan tak terkontrol biasa terjadi jika ada yunior yang dianggap melawan atau menentang kehendaknya.
Sayangnya, budaya kekerasan yang sebenarnya menyimpang itu justru sering dianggap benar dan bahkan menjadi tradisi yang harus dipertahankan atau diwariskan kepada yuniornya. Itulah sebabnya, kekerasan dalam masa ospek seolah terus berulang.
Penyelenggaraan ospek yang dalam banyak kampus belum juga berubah dari pola lama yang tak ubahnya sebagai perpeloncoan itu pada akhirnya menyuburkan budaya kekerasan yang "secara alami" sudah biasa melingkupi para mahasiswa sejak masih SMU atau bahkan SLTP. Meski sebagian besar mahasiswa tidak terlibat dalam tawuran semasa SMU, budaya kekerasan bisa saja menjadi dominan ketika mereka sudah berbaur dalam satu kelompok atas nama senioritas.
UNTUK menghentikan tindakan kekerasan selama masa ospek yang sebenarnya sudah tidak relevan lagi dilakukan, menurut Erlangga, hanya bisa dilakukan dengan cara tidak memberi peluang kepada mereka yang mempunyai perilaku menyimpang itu untuk menunjukkan "kekuasaannya".
Artinya, penyelenggaraan ospek harus menjadi tanggung jawab seluruh sivitas akademika. Materi yang diberikan kepada para yunior pun harus sesuatu yang dapat membangun kehidupan kampus sebagai institusi yang melahirkan pemikiran, konsep, dan ilmu pengetahuan maupun teknologi.
Segala bentuk kegiatan yang hanya mengandalkan fisik harus dilarang dan diganti dengan kegiatan untuk memperkenalkan tradisi-tradisi ilmiah di dalam kampus. Untuk membangun hubungan lebih akrab antarsivitas akademika, diperlukan berbagai kegiatan yang sifatnya fun dan menyenangkan tanpa harus memberikan sanksi-sanksi yang hanya untuk memuaskan seniornya.
Membangun disiplin dengan cara-cara militer seperti banyak dilakukan selama ini sudah saatnya dihentikan dan diganti dengan memberikan sanksi yang mendidik kepada yunior yang melanggar aturan main yang telah disepakati sebelumnya.
Untuk itu, penyelenggaraan ospek tidak bisa lagi diserahkan begitu saja kepada mahasiswa (senior). Pemimpin universitas juga harus terlibat di dalamnya dan bertanggung jawab terhadap semua persoalan yang muncul akibat ospek.
Pemimpin universitas harus menegaskan bahwa penggunaan kekerasan fisik sungguh- sungguh dilarang. Pelanggaran terhadap larangan itu harus secara serius ditangani dengan sanksi yang keras.
Untuk keperluan pemberian sanksi tersebut, pemimpin universitas juga tidak boleh menutup diri terhadap aparat kepolisian sebagai penegak hukum. Jika ada pelanggaran yang bisa dikategorikan sebagai perbuatan kriminal, pemimpin universitas harus bisa bekerja sama dengan polisi untuk menangani pelakunya.
Tidak mudah memang mengubah tradisi yang sudah bertahun-tahun eksis. Akan tetapi, upaya ke arah sana harus secara serius dilakukan lewat sosialisasi dan pendekatan kepada mahasiswa. Sebab, dalam kenyataannya, sudah banyak universitas berhasil mengembangkan ospek menjadi sebuah kegiatan yang benar-benar menunjang kehidupan kampus tanpa harus diwarnai kekerasan.
Departemen Pendidikan Nasional lewat Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti) seharusnya tidak tinggal diam menyaksikan jatuhnya korban-korban kekerasan selama masa ospek. Dikti bahkan harus membuat standardisasi kegiatan ospek agar tidak lagi menyimpang. Ospek yang selama ini lebih bersifat ritual inisiasi seorang mahasiswa baru harus dirombak menjadi kegiatan yang melahirkan mahasiswa dengan pemikiran yang futuristic.
sumber : http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:-DHemgwoYicJ:one.indoskripsi.com/node/75+contoh+kasus+pemuda+dan+sosialisasi&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id
PENGERTIAN INDIVIDU
Individu berasal dari kata latin.”individuum” artinya”yang tak terbagi”.Dalam ilmu sosial,individu menekankan penyelidikan kepada kenyataan-kenyataan hidup yang istimewa,yang tak seberapa mempengaruhi kehidupan manusia.Individu bukan berati manusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dapat dibagi,melainkan sebagai kesatuan yang terbatas,yaitu sebagai manusia perseorangan.Individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan khas di dalam lingkungan sosialnya,melainkan juga mempunyai kepribadian serrta pola tingkah laku spesifik dirinya.

Indivdu adalah seorang manusia yang tidak hanya memeilki peranan khas didalam lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifil dirinya. Persepsi terhadap pilihan individu atau hasil pengamatan manusia dengan segala maknanya merupakan suatu keutuhan ciptaan tuham yang mempunyai tiga aspek psikis-rohania, dan aspek sosial kebersamaan. ketiga aspek tersebut saling mempengaruhi, kegoncangan pada suatu aspek akan membawa akibat pada aspek yang lainnya.

Individu dalam bertingkah laku menurut pola pribadinya ada tiga kemungkinan : meyimpang dari norma kolektif,kehilangan individualitas atau takhluk terhadap kolektif,dan mempengaruhi masyarakat seperti adanya tokoh pahlawan atau pengacau

PENGERTIAN PERTUMBUHAN
Menurut para ahli yang menganut aliran asosiasi berpendapat,bahwa pertumbuhan pada dasarnya adalah proses asosiasi..Dapat disimpulkan pengertian tentang proses asosiasi adalah terjadinya perubahan pada seseorang secara tahap demi tahap karena adanya pengaruh baik dari pengalaman atau empiris luar melalui panca indera yang menimbulkan sensation maupn pengalaman dalam mengenai keadaan batin sendidri yang menimbulkan reflexionis.
Lain halnya dengan pendapat dari aliran psikologi Gestalt tentang pertumbuhan.
Menurut para ahli dan aliran ini bahwa pertumbuhan adalah proses diferensiasi.Menurut proses ini keseluruhan yang lebih dulu ada,baru kemudian menyusul bagian-bagiannya.Jadi dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan itu adalah proses perubahan secara perlahan-lahan pada manusia dalam mengenal sesuatu secara keseluruhan baru baian-bagiannya.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN
Dalam membahas pertumbuhan itu ada bermacam-macam aliran,namun pda garis besarnya dapat digolongkan kedalam tiga golongan :
1. Pendirian nativistik
Menurut para ahli dari golongan ini menunjukkan berbaagai kesempatan ataukemiripan antaraorang tua dengan anaknya.Misalnya dengan adanya suatu keahlian yanga dimiliki oleh salah atu orang tua maka kemungkinan besar sang anak pun akan memiliki keahlian yang sama.
2. Pendirian Empiristik dan Environmentalistik
Pendirian ini berlawanan dengan pendirian nativistik.Para ahli berpendapat,bahwa pertumbuhan individu semata-mataa tergantung pada lingkungan sedang dasr tidak berperan sama sekali.Pendirian semacam inidisebut pendirian yang environmentalistik.
3. Pendirian konvergensi dan Interaksionisme
Kebanyakan para ahli mengikuti pendirian konvergensi dengan modifikasi seperlunya.Nampak lain dengan konsepsi konvergensi yang berpandangan oleh dasar(bakat) dan lingkungan.

TAHAP PERTUMBUHAN INDIVIDU BERDASAR PSIKOLOGI

Pertumbuhan individu mengalami beberapa tahap,yaitu :
1) Masa vital (0,0 sampai kira-kira 2,0 tahun)
Pada masa vital ini individu menggunakan fungsi-fungsi biologis untuk menemukan berbagai hal yang ada dalam dunianya.

2) Masa estetik (2,0 tahun sampai kira-kira 7,0 tahun)
Masa estetik dianggap sebagai masa pertumbuhan rasa keindahan.Dalam masa ini tampak muncul gejala kenakalan yang biasanya terjadi dalam usia 3,0 tahun samapai usia 0,5 tahun.

3) Masa Intelektual (7,0 tahun sampai kira-kira 13,0 tahun/14,0 tahun)
Masa ini disebut juga masa keserasian bersekolah.suatu hal yang pentinga dalam masa ini anak menerima otoritas orang tua daan guru sebagai suatu hal yang wajar.anak membutuhkan sikap yang obyektif dan adil pada pihak orang tua dan guru

4) Masa remaja
Masa remaja merupakan masa yang banyak mmenarik perhatian masyarakat karena mempuyai sifat-sifat khas dan yang menentukan dalam kehidupan individu dalam masyarakatnya.Pada dasarnya masa ini masih dirinci ke dalam beberapa masa,yaitu :

o &nb sp; Masa pra remaja
Masa ini ditandai oleh sifat-sifat negative sehingga disebut juga masa negative.Terjadinnya gejala-gejala negative itu pada umumnya berpangkal pada biologis yaitu mulai bekerjanya kelenjar-kelenjar kelamin,yang dapat menyebabkan perubahan-perubahan cepat dalam diri si remaja.

o Masa remaja
Dalam fase ini (masa negative) untuk pertama kalinya remaja sadar akan kesepian yang belum pernah dialaminya pada masa-masa sebelumnya.Disinilah mulai timbul dalam diri remaja itu dorongan untuk mencari pedoman hidup yaitu mencari sesuatu yang bdapat dipandang bernilai,pantas dijunjung tinggi,dan dipuja-puja.

o Masa usia mahasiswa
Masa umur mahasiswa dapat digolongkan pemuda-pemuda yang berusia sekitar 18,0 tahun sampai 30,0 tahun.Sebagai remaja pimpinan dipelajari dan dan dipersiapkan selama usia mahasiswa ini,misalnya kebudayaan berkeluarga,kemampuan memimpin,kemampuan mengambil keputusan,kemampuan menyesuaikan diri secara sosial.
Dengan uraian-uraian ini diharapkan adanya suatu pemahaman tentang manusia sebagai individu serta peranannya di dalam ruang lingkup keluarga dan kehidupan bermasyarakat.

Fungsih-Fungsih Keluarga
Keluarga adalah unit/satuan masyarakat yang terkecil yanfg sekaligus merupakan suatu kelom[ok kecil didalam masyarakat. Keluarga mempunyai fungsih yang tidak hanya terbatas selaku penerus keturunan saja. Perkembangan intelektual akan kesadaran lingkungan seorang individu sering kali dilepaskan dan bahkan dipisahkan dengan masalah keluarga. Hal-hal semacam inilah yang menimbulakan masalah-masalah sosial, karena kehilangan kepijakan.
Keluarga pada umumnya, terdiri dari seorang individu (suami) individu lainya(istri) yang selalu berusaha menjaga rasa aman dan ketentraman ketika menghadapi suka duka hidup. Keluarga biasanya terdiri dari suami, isitri dan anak-anaknya.
Fungsih keluarga
adalah suatu pekerjaan-pekerjaan atau tugas-tugas yang harus dilaksanakan di dalam atau oleh keluarga.
Macam-macam fungsih keluarga :
a. Fungsih Biologis
b. Fungsih Pemeliharaan
c. Fungsih Ekonomi
d. Fungsih Keagamaan
e. fungsih Soaial
contoh kasus :
KBPK
KADARZI

KELUARGA SADAR GIZI
Andre seorang anak laki-laki berusia 12 bulan terpaksa dibawa ke puskesmas, karena menderita gizi buruk dengan komplikasi penyakit diare. Dalam kesehariaannya Andre diasuh oleh neneknya, karena kesibukan kedua orangtuanya. Mulai usia 3 bulan, Andre sudah tidak diberi ASI lagi dan hanya diberi susu botol. Andre tidak pernah dibawa ke posyandu yang ada di daerahnya, sehingga pertumbuhannya tidak terpantau. Tanpa disadari hari demi hari berat badannya mengalami penurunan dan kurus sekali. Kondisi Andre menjadi lemah dan sakit – sakitan. Apakah kejadian yang menimpa Andre harus dialami oleh anak – anak lain ?

(Suara Kita, 13 Agustus 2004 )
Hal ini sebenarnya tidak perlu terjadi kalau

Keluarganya Sadar Gizi

Tetapi ………………… siapa yang bertanggung jawab menyadarkan keluarga Andre ?

Apa latarbelakang perlunya KADARZI ?
Kasus Andre merupakan salah satu contoh kasus yang masih dialami oleh sebagian balita kita. Masalah gizi terjadi di setiap siklus kehidupan, dimulai sejak dalam kandungan (janin), bayi, anak, dewasa dan usia lanjut. Periode dua tahun pertama kehidupan merupakan masa kritis, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Gangguan gizi yang terjadi pada periode ini bersifat permanen, tidak dapat dipulihkan walaupun kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi.

Sekitar 30 Juta wanita usia subur menderita kurang energi kronis (KEK), yang bila hamil dapat meningkatkan risiko melahirkan BBLR. Setiap tahun, diperkirakan sekitar 350 ribu bayi BBLR ( <2500 gram ), sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka gizi kurang dan kematian balita. Pada tahun 2005 terdapat sekitar 5 Juta balita gizi kurang ; 1,7 juta diantaranya menderita gizi buruk. Pada usia sekolah , sekitar 11 juta anak tergolong pendek sebagai akibat dari gizi kurang pada masa balita. Anemia Gizi Besi ( AGB ) diderita oleh 8,1 juta anak balita, 10 juta anak usia sekolah, 3,5 juta remaja putri dan 2 juta ibu hamil. Sekitar 3,4 juta anak usia sekolah menderita Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY).

Sementara masalah gizi kurang dan gizi buruk masih tinggi, ada kecenderungan peningkatan masalah gizi lebih sejak beberapa tahun terakhir. Hasil pemetaan gizi lebih di wilayah perkotaan di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 12 % penduduk dewasa menderita gizi lebih.
Penyebab Masalah Gizi

Pada tingkat individu, keadaan gizi dipengaruhi oleh asupan gizi dan penyakit infeksi yang saling terkait. Apabila seseorang tidak mendapat asupan gizi yang cukup akan mengalami kekurangan gizi dan mudah sakit. Demikian juga bila seseorang sering sakit akan menyebabkan gangguan nafsu makan dan selanjutnya akan mengakibatkan gizi kurang.

Ditingkat keluarga dan masyarakat, masalah gizi dipengaruhi oleh :
a. Kemampuan keluarga dalam menyediakan pangan bagi anggotanya baik jumlah maupun jenis sesuai kebutuhan gizinya.

b. Pengetahuan, sikap dan keterampilan keluarga dalam hal :
1) Memilih, mengolah dan membagi makanan antar anggota keluarga sesuai dengan kebutuhan gizinya
2) Memberikan perhatian dan kasih sayang dalam mengasuh anak
3) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dan gizi yang tersedia, terjangkau dan memadai ( Posyandu, Pos Kesehatan Desa , Puskesmas dll )
c. Tersedianya pelayanan kesehatan dan gizi yang terjangkau dan berkualitas
d. Kemampuan dan pengetahuan keluarga dalam hal kebersihan pribadi dan lingkungan.

Rencana Starategis Departemen Kesehatan RI
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ( RPJMN) Bidang Kesehatan 2005-2009 menetapkan 4 (empat) sasaran pembangunan kesehatn, satu diantaranya adalah menurunkan prevalensi gizi kurang menjadi setinggi – tingginya 20 %. Guna mempercepat pencapaian sasaran tersebut, Rencana Strategis Departemen Kesehatan 2005 – 2009 telah ditetapkan 4 strategi utama :
1) Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat;
2) Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas;
3) Meningkatkan sistem surveilans, monitoring dan informasi kesehatan; dan
4) Meningkatkan pembiayaan kesehatan.

Dari empat strategi utama tersebut telah ditetapkan 17 sasaran prioritas, satu diantaranya adalah seluruh keluarga menjadi Keluarga Sadar Gizi ( KADARZI) sebagai salah satu tujuan Desa Siaga. Desa siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumberdaya dan kemampuan untuk mencegah dan mengatasi masalah – masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan.

Apa itu KADARZI ?

☼ KELUARGA SADAR GIZI adalah keluarga yang berperilaku gizi seimbang, mampu mengenali dan mengatasi masalah gizi anggotanya.

☼ PERILAKU GIZI SEIMBANG adalah pengetahuan, sikap dan praktek keluarga meliputi mengkonsumsi makanan seimbang dan perilaku hidup sehat.

☼ MAKANAN SEIMBANG adalah pilihan makanan keluarga yang mengandung semua zat gizi yang diperlukan masing – masing anggota keluarga dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan bebas dari pencemaran.Apa itu KADARZI ?

☼ KELUARGA SADAR GIZI adalah keluarga yang berperilaku gizi seimbang, mampu mengenali dan mengatasi masalah gizi anggotanya.

☼ PERILAKU GIZI SEIMBANG adalah pengetahuan, sikap dan praktek keluarga meliputi mengkonsumsi makanan seimbang dan perilaku hidup sehat.

☼ MAKANAN SEIMBANG adalah pilihan makanan keluarga yang mengandung semua zat gizi yang diperlukan masing – masing anggota keluarga dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan bebas dari pencemaran.

Mengapa sasarannya Keluarga ?

☼ PENGAMBILAN KEPUTUSAN dalam bidang pangan, gizi dan kesehatan dilaksanakan terutama di tingkat keluarga.

☼ SUMBER DAYA dimiliki dan dimanfaatkan di tingkat keluarga.

☼ MASALAH GIZI yang terjadi ditingkat keluarga, erat kaitannya dengan perilaku keluarga, tidak semata – mata disebabkan oleh kemiskinan dan ketidaktersediaan pangan.

☼ KEBERSAMAAN antar keluarga dapat memobilisasi masyarakat untuk memperbaiki keadaan gizi dan kesehatan.

Suatu keluarga disebut KADARZI apabila telah berperilaku gizi yang baik yang dicirikan minimal dengan :
1. Memantau berat badan secara teratur
2. Memberikan hanya ASI (Air Susu Ibu) saja kepada bayi, sejak lahir sampai usia 6 bulan ( ASI Ekslusif )
3. Makan beraneka ragam
4. Hanya mengkonsumsi garam beryodium
5. Mendapatkan dan memberikan suplementasi gizi bagi anggota keluarga yang membutuhkan

1) Mengapa perlu memantau berat badan secara teratur?

■ Perubahan berat badan menggambarkan perubahan konsumsi makanan atau gangguan kesehatan

■ Menimbang dapat dilakukan oleh keluarga dimana saja

■ Keluarga dapat mengenali masalah kesehatan dan gizi anggota keluarganya

■ Keluarga mampu mengatasi masalahnya baik oleh sendiri atau dengan bantuan petugas
BAGAIMANA

Memantau berat badan anak ?
1. Anak dapat ditimbang di rumah atau di Posyandu atau tempat lain

2. Berat badan anak dimasukkan ke dalam KMS ( Kartu Menuju Sehat )

3. Bila grafik berat badan pada KMS Naik (sesuai garis pertumbuhannya), berarti anak sehat, bila tidak naik berarti ada penurunan konsumsi makanan atau gangguan kesehatan dan perlu ditindak lanjuti oleh keluarga atau minta bantuan petugas kesehatan.
2) Mengapa Ibu harus memberikan ASI saja kepada bayi sampai usia 6 bulan ?
Asi merupakan makanan bayi paling sempurna, bersih dan sehat yang dapat mencukupi kebutuhan gizi bayi untuk tumbuh kembang dengan normal sampai berusia 6 bulan (ASI Eksklusif). Praktis karena lebih mudah diberikan setiap saat, dapat meningkatkan kekebalan tubuh bayi serta menjalin hubungan kasih sayang antara ibu dan bayi.
Bagaimana

Menyusui secara eksklusif ?

► Mulai memberikan ASI SEGERA setelah lahir

► Jangan diberikan makanan lain sampai bayi berumur 6 bulan

► Berikan ASI melalui payudara kiri dan kanan BERGANTIAN setiap kali menyusui

► Ibu menyusui perlu minum dan makan lebih banyak dengan MENU SEIMBANG

3) Mengapa perlu makan beraneka ragam ?

Tubuh manusia memerlukan semua zat gizi ( energi,lemak, protein, vitamin dan mineral ) sesuai kebutuhan. Tidak ada satu jenis bahan makanan pun yang lengkap kandungan zat gizinya. Mengkonsumsi makanan beraneka ragam yang mengandung sumber energi, lemak, protein, vitamin dan mineral untuk menjamin pemenuhan kebutuhan gizi.
4) Mengapa keluarga perlu selalu mengkonsumsi garam beryodium ?

Setiap keluarga perlu selalu mengkonsumsi garam beryodium karena zat yodium diperlukan tubuh setiap hari. Bila tubuh kekurangan yodium dalam waktu yang lama dan terus menerus akan menimbulkan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium ( GAKY ), diantaranya penurunan kecerdasan, gangguan pertumbuhan dan pembesaran kelanjar gondok.
5) Mengapa perlu suplementasi zat gizi ?

□ Kebutuhan zat gizi pada kelompok bayi, balita, ibu hamil dan ibu menyusui meningkat dan seringkali tidak bias dipenuhi dari makanan sehari-hari, terutama vitamin A untuk balita, zat besi untuk ibu dan yodium untuk penduduk didaerah endemis.

□ Suplementasi zat gizi (tablet, kapsul atau bentuk lain ) diperlukan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi tersebut.

□ Apabila kebutuhan zat – zat gizi tersebut dipenuhi dari pengkayaan makanan. Maka suplementasi zat gizi dapat dihentikan secara bertahap.
Bagaimana menilai keluarga sudah

SADAR GIZI ?

■ Status gizi seluruh anggota keluarga khususnya ibu dan anak baik

■ Tidak ada lagi bayi berat lahir rendah pada keluarga

■ Semua anggota keluarga mengkonsumsi garam beryodium

■ Semua ibu memberikan hanya ASI saja pada bayi sampai usia 6 bulan

■ Semua balita dalam keluarga yang ditimbang naik berat badannya sesuai umur

■ Tidak ada masalah gizi lebih dalam keluarga

Bagaimana menuju

KADARZI ?

Perilaku keluarga dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap, serta faktor-faktor lain seperti lingkungan, sosial ekonomi dan ketersediaan sumber daya .

Ditingkat keluarga :

♦ Keluarga mencari informasi gizi yang tersedia secara terus menerus

♦ Tukar pengalaman antar keluarga serta pendampingan oleh tokoh masyarakat dan petugas

♦ Memanfaatkan fasilitas rujukan kompeten secara berjenjang yang terjangkau ( posyandu, puskesmas dan rumah sakit )
Ditingkat masyarakat :

♦ Terbentuknya kelompok masyarakat yang mendukung upaya menuju KADARZI (LSM; organisasi keagamaan; organisasi kepemudaan; PKK; kelompok budaya, organisasi profesi;oragnisasi wanita; pengusaha )

♦ Setiap kelompok akses terhadap informasi gizi dan informasi system pelayanan

♦ Sekurangnya terdapat kader di masing – masing kelompok

♦ Setiap kelompok aktif menyediakan dan menyebarluaskan informasi dan sumber daya kesehatan dan gizi

Ditingkat Pemerintah :

( Pusat, Propinsi dan Kabupaten )

♦ Setiap sektor akses terhadap terhadap informasi dan pelayanan kesehatan dan gizi

♦ Setiap sektor mempertimbangkan aspek kesehatan dan gizi dalam merumuskan kebijakan sektor

♦ Setiap sektor menyediakan sumber daya untuk perbaikan kesehatan dan gizi masyarakat

sumber : http://dinkes.banyuwangikab.go.id/bidang-kbpk/index.php
Penduduk
Pertumbuhan penduduk merupakan salah faktor yang penting dalam masalah sosial dan ekonomi. Dengan bertambahnya penduduk berarti pula harus bertambah pula persediaan bahan-bahan seperti makanan, perumahan, kesempatan kerja, jumlah gedung perkantoran, kendaraan, dan sebagainya. Contoh faktor pertumbhan penduduk adalah factor demografi, diantaranya:
1. Kematian/mortalitas
2. Kelahiran/fertilitas
3. Migrasi
Penduduk suatu Negara dapat didefinisikan sebagai:
1. orang yang tinggal di daerah tersebut
2. Orang yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut. Dengan kata lain orang yang mempunyai surat resmi untuk tinggal di situ. Misalkan bukti kewarganegaraan, tetapi memilih tinggal di daerah lain.
Jika terjadi terus menerus pertumbuhan penduduk yang tidak terkendalai Indonesia akan lebih sulit untuk memerluas tingkat lapangan pekerjaan.
Migrasi merupakan perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain. Macam-macam migrasi:
a. Migrasi International, perpindahan penduduk dari negara satu ke negara lain.
b. Migrasi nasional, perpindahan penduduk dalam satu negara(lokal.
Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Migrasi
a.Faktor ekonomi, yaitu ingin mencari kehidupan yang lebih baik di tempat yang baru.
b.Faktor keselamatan, yaitu ingin menyelamatkan diri dari bencana alam seperti tanah longsor, gempa bumi, banjir, gunung meletus dan bencana alam lainnya.
c.Faktor keamanan, yaitu migrasi yang terjadi akibat adanya gangguan keamanan seperti peperangan, dan konflik antar kelompok.
d.Faktor politik, yaitu migrasi yang terjadi oleh adanya perbedaan politik di antara warga masyarakat seperti RRC dan Uni Soviet (Rusia) yang berfaham komunis.
e.Faktor agama, yaitu migrasi yang terjadi karena perbedaan agama, misalnya terjadi antara Pakistan dan India setelah memperoleh kemerdekaan dari Inggris.
Faktor kepentingan pembangunan, yaitu migrasi yang terjadi karena daerahnya terkena proyek pembangunan seperti pembangunan bendungan untuk irigasi dan PLTA
Faktor pendidikan, yaitu migrasi yang terjadi karena ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Masyarakat
Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.
Jadi masyarakat adalah kumpulan-kumpulan keluarga kecil yang membentuk individu-individu baru yang banyak. Masyarakat dalam kehidupan berbangsa banyak memiliki arti, salah satunya mengkritik tindakan pemerintah, membantu merealisasikan suatu rancangan-rancangan pemerintah, dan lain-lain.
Masyarakat dapat digolongkan menjadi:
1. Masyarakat pemburu,
2. Masyarakat pastoral dinamis,
3. Masyarakat bercocoktanam,
4. Masyarakat peradaban, dan
5. Masyarakat agricultural intensif.
Kebudayaan
Kebudayaan merupakan satu cirri khas pada suatu negara. Sebagai contoh, budaya batik merupakan cirri khas Indonesia dan telah mendapat pengakuan dari negara lain bahwa batik berasal dari Indonesia. Perkembangan budaya di Indonesia saat ini cukup terhambat karena terpengaruhnya budaya barat, sedangkan suatu kebudayaan merupakan suatu warisan kepada generasi selanjutnya.

Contoh kasus penyakit sosial Penduduk, Masyarakat dan Kebudayaan

Jumlah remaja yang meninggal akibat kecanduan narkoba tiap tahun kian meningkat. Umumnya pemakai narkoba adalah anak di bawah usia 18 tahun atau remaja yang notabone penerus cikal bakal negeri ini. Bahakan, 3 dari 10 anak di negri ini terlibat penggunaan narkoba sekaligus terlibat produksi dan distribusinya.

Dapat dibayangkan bila banyak remaja kita mengkonsumsi dan mendistribusikan “NARKOBA”, bagaimana masa depan negeri ini kelak?
Dari kanak-kanak hingga orang dewasa, siapa yang tidak kenal dengan narkoba (narkotika dan bahan adiktif). Benda berbentuk serbuk putih, daun kering ataupun bebbentuk pil ini begitu mudahnya beredar ke sekolah-sekolah dan tempat-tempat potensial remaja biasanya berkumpul. Tak kepalang tanggung , pelajar di sekolah-sekolah pun di sinyalir banyak yang terlibat sebagai pemakai sekaligus pengedar.
Berdasar data dari Badan Narkotika Nasional (BNN), dari 4 juta pemakai semua berpotensi menjadi pecandu. Uniknya, orang tua lebih sulit diberi penyuluhan sementara kasus di lapangan, banyak anak frustasi karena orang tua pemakai narkoba. “ini adalah keprihatinan milik bangsa,”. Keterlibatan pemerintah di daerah- daerah dalam menangani kasus narkoba, sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang cukup baik. Banyak penyuluhan dan pencegahan narkoba tetapi narkoba tetap marak, supremasi hukum sudah sepenuhnya ditegakkan dan jalianan kerja sama sudah baik antara penegak hukum dan instansi terkait.
Tetapi belum adanya keberanian para orang tua untuk mengungkapkan bahwa anaknya terlibat narkoba juga menjadi salah satu kendala lambatnya penanggulangan kasus ini.
Selama konsistensi itu tidak dilakukan, pengembangan narkoba akan lebih parah. Terutama remaja pemakai narkoba umumnya juga mengarah pada perilaku seks bebas yang semakin berdampak buruk bagi perkembangan fisik dan mental generasi muda ke depan.
Melencengnya sebagian remaja pada perilaku seks bebas, karena ketidaktahuan remaja tentang pentingnya menjaga kesehatan reproduksi. Beruntung, belum lama ini pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja (KRR) telah dimasukan dalam kurikulum SLTP. Penempatan ini dinilai cukup tepat, karena bila masuk kurikulum SMU, sudah terlambat dan anak-anak SMU sudah terlibat seks bebas secara serius. Kendati demikian, sampai saat ini kurikulum baru ini dinilai banyak kalangan belum efektif benar.
Ukuran keberhasilan dari adanya kurikulum baru ini, tergantung pada individu. Penyuluhan narkoba yang diberikan di banyak tempat, pasti mencoba memberikan yang terbaik, tapi setelah keluar dari lingkungan itu tergantung pada pilihan dirinya.

bagaimana solusi atas permasalahan ini semua.. jalan satu-satunya memang harus menerapkan SYARIAT ISLAM di dalam sebuah institusi negara.

Sebagai bangsa yang mayoritas rakyatnya muslim, adalah wajar belaka jika masyarakat menghendaki penerapan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Sebab, Islam mengatur urusan ritual dengan Tuhan, maupun urusan muamalah dengan sesama manusia. Termasuk mengatur masalah pemenuhan kebutuhan seks..

Masyarakat Islam adalah masyarakat yang bersih dan sehat, karena mengunci masalah ranjang hanya di ranah privat. Itupun dengan persyaratan ketat, yakni hanya melalui lembaga sah berupa pernikahan. Karena itu, aturan Islam melarang peredaran segala sesuatu yang membangkitkan syahwat (yakni, pornografi dan pornoaksi). Pelakunya akan dikenai sanksi berat. Seperti pelaku zina, akan dirajam. Dengan cara itu masyarakat tercegah untuk melakukan aksi pornografi dan pornoaksi. Seks bebas pun dengan sendirinya akan lenyap.

Masyarakat bebas pornografi dan pornoaksi (di ruang publik) seperti ini, mengalami kemajuan luar biasa, sebagaimana ditorehkan dalam sejarah Khilafah Islamiyah selama 13 abad lamanya. Ilmu pengetahuan dan teknologi maju pesat, keimsh=Terbitkan Entrianan dan ketakwaan masyarakat tinggi, korupsi ditekan, gejala sosial seperti perceraian minim, keadilan dan kesejahteraan terwujud.
sumber :
http://p0nkdbyt3.blogspot.com/2010/10/penduduk-masyarakat-dan-kebudayaan.html
suatu hari..pernah kurenungi…
adakah seorang insan yang mengerti..
apakah arti kehidupan ini…

pernah kucari arti cinta sejati
namun yang kutemui hanyalah mimpi..
suatu mimpi kosong yang tak bertepi
apakah salah hati ini
ingin memiliki sebuah cinta sejati..

apakah arti sebuah persahabatan sejati
apakah itu juga sebuah mimpi..?
jika benar, apalah arti semua ini..
sudah banyak hari kujalani
tanpa suatu tujuan yang pasti…

semua seakan hanyalah ilusi..
ilusi yang tiada memiliki arti

namun akhirnya satu hal kusadari
hanya Tuhan yang sungguh mengerti,
tentang semua arti kehidupan ini..
kekosongan hati ini
tidak lagi diisi dengan benci..
tak ada yang lebih murni
dari kesucian cinta Ilahi
kesimpulan dari tugas implementasi sistem informasi yang saya buat ini adalah sebagai berikut :
• Pengembangan Sistem Life Cycle (SDLC) adalah proses logis yang digunakan oleh analis sistem untuk mengembangkan suatu sistem informasi, termasuk persyaratan, validasi, pelatihan, dan pengguna (stakeholder) kepemilikan. Setiap SDLC harus menghasilkan sistem berkualitas tinggi yang memenuhi atau melampaui harapan pelanggan, mencapai penyelesaian dalam waktu dan perkiraan biaya, bekerja secara efektif dan efisien dalam saat ini dan direncanakan Teknologi Informasi infrastruktur, dan murah untuk mempertahankan dan biaya yang efektif untuk meningkatkan.
Komputer yang rumit dan sering (terutama dengan munculnya baru-baru ini Service-Oriented Architecture) link beberapa sistem tradisional berpotensi disediakan oleh vendor perangkat lunak yang berbeda. Untuk mengatur tingkat kerumitan ini, beberapa siklus hidup pengembangan sistem (SDLC) model telah dibuat: "air terjun"; "pancuran air"; "spiral"; "membangun dan memperbaiki"; "prototipe cepat"; "incremental"; dan "sinkronisasi dan menstabilkan.
* Pada PT. SINAR SOSRO menyediakan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dengan Merk PRIM-A.
Tersedia dalam berbagai kemasan : Cup 240 ml, Botol 330 ml, 600 ml, 1500 ml dan galon.
Pada dasarnya Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) diproses melalui 3 tahap yaitu: penyaringan, desinfeksi, dan pengisian. Penyaringan dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran dan bau yang terkandung dalam air. Desinfeksi bertujuan untuk menghilangkan sebagian besar mikroba dan membunuh bakteri patogen dalam air. Pengisian merupakan tahap akhir berupa pengemasan air yang telah diproses.
1.BAHAN BAKU
Beberapa hal yang harus dilakukan untuk menjamin mutu air baku meliputi:
a. Pemeriksaan organoleptik meliputi pemeriksaan bau, rasa, warna dan penampakan .
b. Sumber air baku harus terlindung dari cemaran E. Coli.
2.MESIN/PERALATAN
Dari aspek mesin/peralatan yang digunakan untuk memproduksi AMDK,terdapat 2
(dua) hal yang harus diperhatikan yaitu:
2.1. Bahan mesin/peralatan
Seluruh mesin/peralatan yang kontak langsung dengan air baku harus dibuat dari
bahan yang foodgrade.
2.2. Jenis mesin/peralatan
Mesin/peralatan minimal yang harus ada dalam proses produksi AMDK:
2.2.1 Bak atau tangki penampung air baku
2.2.2 Mesin/peralatan pada unit pengolahan air terdiri dari :
a.Saringan dari pasir (sand filter )
b.Saringan dan carbón aktif (carbon filter )
c.Alat pembuat ozon (ozon generator )
d.Tangki pencampuran ozon (ozon mixing tank)
2.2.3 Alat pencuci kemasan (bottle washer)
2.2.4 Mesin pengisi kemasan
2.2.5 Mesin penutup kemasan (capping machine)
• 4 Tahapan Implementasi Sistem Informasi
Implementasi itu bisa diartikan sebagai proses untuk memastikan terlaksananya suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Bisa diartikan juga sebagai pelaksanaan atau penerapan.
Implementasi Sistem adalah suatu proses untuk menempatkan informasi baru kedalam operasi. Dalam hal ini, menurut “Whitten, Bentley & Barlow, 1993″, Implementasi Sistem mempunyai 4 tahap, yaitu :
1. Membuat dan menguji basis data & jaringan.
2. Membuat dan menguji program.
3. Memasang dan menguji sistem baru.
4. Mengirim sistem baru kedalam sistem operasi.
• kendala Yang Dihadapi :
* Tenaga Karyawan yang masih kurang pada bagian Accounting sehingga menyebabkan pekerjaan yang ditangani satu orang begitu banyak.
* Kebanyakan karyawan Baru tidak bertahan lama untuk bekerja pada bagian Accounting
* Masalah invoice terhadap angkutan
* Memory yang masih kurang karena database yang begitu banyak
* program yang masih kurang membantu
inti dari tugas implemtasi sistem informasi ini adalah saya menjadi tahu apa yang

cara untuk mengatasinya :
* Penambahan Karyawan yang mempunyai skill dibidang tersebut dan yang benar- benar untuk bekerja
* Pengenalan, kesabaran,dan pembelajaran yang lebih diperhatikan terhadap karyawan baru
* Sikap yang tegas terhadap angkutan supaya pembayaran tepat waktu
* Penambahan Memory
* Perubahan program, sehingga dapat mempercepat kerja
inti dari tugas implementasi sistem informasi ini adalah saya menjadi tahu apa itu SDLC, dan penerapan SDLC pada tiap perusahaan pasti berbeda-beda. Dan saya menjadi tahu bahan-bahan dan peralatan yang aman untuk air minum dari PT.sinar sosro dan bagaimana kendala yang dihadapi pada karyawan PT.sinar sosro pada bagian accounting yang mengurusi AMDK (Air Minum Dalam Kemasan ) dan informasi ini saya dapat dari salah satu karyawan PT.sinar sosro bagian Accounting yang mengurusi invoice AMDK.
Terima kasih
SISTEM INFORMASI
I. KONSEP DASAR
A. KONSEP DASAR SISTEM
Suatu sistem pada dasarnya adalah sekolompok unsur yang erat hubungannya satu dengan
yang lain, yang berfungsi bersamasama
untuk mencapai tujuan tertentu.Secara sederhana,
suatu sistem dapat diartikan sebagai suatu kumpulan atau himpunan dari unsur, komponen, atau
variabel yang terorganisir, saling berinteraksi, saling tergantung satu sama lain, dan terpadu.
Dari defenisi ini dapat dirinci lebih lanjut pengertian sistem secara umu, yaitu :
1. Setiap sistem terdiri dari unsurunsur
2. Unsurunsur
tersebut merupakan bagian terpadu sistem yang bersangkutan.
3. Unsur sistem tersebut bekerja sama untuk mencapai tujuan sistem.
4. Suatu sistem merupakan bagian dari sistem lain yang lebih besar.
B. KONSEP DASAR INFORMASI
Secara umum informasi dapat didefinisikan sebagai hasil dari pengolahan data dalam suatu
bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi penerimanya yang menggambarkan suatu
kejadiankejadian
yang nyata yang digunakan untuk pengambilan keputusan. Informasi
merupakan data yang telah diklasifikasikan atau diolah atau diinterpretasi untuk digunakan
dalam proses pengabilan keputusan.
C. KONSEP DASAR SISTEM INFORMASI
Sistem informasi adalah suatu sistem dalam suatu organisasi yang mempertemukan
kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi operasi organisasi yang bersifat
manajerial dengan kegiatan strategi dari suatu organisasi untuk dapat menyediakan kepada
pihak luar tertentu dengan informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan.
Sistem informasi dalam suatu organisasi dapat dikatakan sebagai suatu sistem yang
menyediakan informasi bagi semua tingkatan dalam organisasi tersebut kapan saja diperlukan.
Sistem ini menyimpan, mengambil, mengubah, mengolah dan mengkomunikasikan informasi
yang diterima dengan menggunakan sistem informasi atau peralatan sistem lainnya.
II. KOMPONEN DAN ELEMEN SISTEM INFORMASI
A. KOMPONEN SISTEM INFORMASI
Sistem informasi terdiri dari komponenkomponen
yang disebut blok bangunan (building
blok), yang terdiri dari komponen input, komponen model, komponen output, komponen
teknologi, komponen hardware, komponen software, komponen basis data, dan komponen
kontrol. Semua komponen tersebut saling berinteraksi satu dengan yang lain membentuk suatu
kesatuan untuk mencapai sasaran.
1. Komponen input
Input mewakili data yang masuk kedalam sistem informasi. Input disini termasuk metode
dan media untuk menangkap data yang akan dimasukkan, yang dapat berupa dokumendokumen
dasar.
2. Komponen model
Komponen ini terdiri dari kombinasi prosedur, logika, dan model matematik yang akan
memanipulasi data input dan data yang tersimpan di basis data dengan cara yag sudah
ditentukan untuk menghasilkan keluaran yang diinginkan.
3. Komponen output
Hasil dari sistem informasi adalah keluaran yang merupakan informasi yang berkualitas dan
dokumentasi yang berguna untuk semua pemakai sistem.
4. Komponen teknologi
Teknologi merupakan “tool box” dalam sistem informasi, Teknologi digunakan untuk
menerima input, menjalankan model, menyimpan dan mengakses data, neghasilkan dan
mengirimkan keluaran, dan membantu pengendalian dari sistem secara keseluruhan.
5. Komponen hardware
Hardware berperan penting sebagai suatu media penyimpanan vital bagi sistem informasi.
Yang berfungsi sebagai tempat untuk menampung database atau lebih mudah dikatakan
sebagai sumber data dan informasi untuk memperlancar dan mempermudah kerja dari
sistem informasi.
6. Komponen software
Software berfungsi sebagai tempat untuk mengolah,menghitung dan memanipulasi data
yang diambil dari hardware untuk menciptakan suatu informasi.
7. Komponen basis data
Basis data (database) merupakan kumpulan data yang saling berkaitan dan berhubungan
satu dengan yang lain, tersimpan di pernagkat keras komputer dan menggunakan perangkat
lunak untuk memanipulasinya. Data perlu disimpan dalam basis data untuk keperluan
penyediaan informasi lebih lanjut. Data di dalam basis data perlu diorganisasikan
sedemikian rupa supaya informasi yang dihasilkan berkualitas. Organisasi basis data yang
baik juga berguna untuk efisiensi kapasitas penyimpanannya. Basis data diakses atau
dimanipulasi menggunakan perangkat lunak paket yang disebut DBMS (Database
Management System).
8. Komponen kontrol
Banyak hal yang dapat merusak sistem informasi, seperti bencana alam, api, te,peratur, air,
debu, kecurangankecurangan,
kegagalankegagalan
sistem itu sendiri, ketidak efisienan,
sabotase dan lain sebagainya. Beberapa pengendalian perlu dirancang dan diterapkan untuk
meyakinkan bahwa halhal
yang dapat merusak sistem dapat dicegah ataupun bila terlanjur
terjadi kesalahankesalahan
dapat langsung cepat diatasi.
Gambar Interaksi Sistem Informasi
SOFTWARE
M O D E L
OUTPUT
I N P U T
HARDWARE
TEKNOLOGI
BASIS DATA KONTROL
B. ELEMEN SISTEM INFORMASI
Sistem informasi terdiri dari elemenelemen
yang terdiri dari orang, prosedur, perangkat
keras, perangkat lunak, basis data, jaringan komputer dan komunikasi data. Semua elemen ini
merupakan komponen fisik.
1. Orang
Orang atau personil yang di maksudkan yaitu operator komputer, analis sistem,
programmer, personil data entry, dan manajer sistem informasi/EDP
2. Prosedur
Prosedur merupakan elemen fisik. Hal ini di sebabkan karena prosedur disediakan dalam
bentuk fisik seperti buku panduan dan instruksi. Ada 3 jenis prosedur yang dibutuhkan,
yaitu instruksi untuk pemakai, instruksi untuk penyiapan masukan, instruksi pengoperasian
untuk karyawan pusat komputer.
3. Perangkat keras
Perangkat keras bagi suatu sistem informasi terdiri atas komputer (pusat pengolah, unit
masukan/keluaran), peralatan penyiapan data, dan terminal masukan/keluaran.
4. Perangkat lunak
Perangkat lunak dapat dibagi dalam 3 jenis utama :
a. Sistem perangkat lunak umum, seperti sistem pengoperasian dan sistem manajemen data
yang memungkinkan pengoperasian sistem komputer.
b. Aplikasi perangkat lunak umum, seperti model analisis dan keputusan.
c. Aplikasi pernagkat lunak yang terdiri atas program yang secara spesifik dibuat untuk
setiap aplikasi.
5. Basis data
File yang berisi program dan data dibuktikan dengan adanya media penyimpanan secara
fisik seperti diskette, hard disk, magnetic tape, dan sebagainya. File juga meliputi keluaran
tercetak dan catatan lain diatas kertas, mikro film, an lain sebagainya.
6. Jaringan komputer
Jaringan komputer adalah sebuah kumpulan komputer, printer dan peralatan lainnya yang
terhubung dalam satu kesatuan. Informasi dan data bergerak melalui kabelkabel
atau tanpa
kabel sehingga memungkinkan pengguna jaringan komputer dapat saling bertukar dokumen
dan data.
7. Komunikasi data
Komunikasi data adalah merupakan bagian dari telekomunikasi yang secara khusus
berkenaan dengan transmisi atau pemindahan data dan informasi diantara
komputerkomputer dan pirantipiranti
yang lain dalam bentuk digital yang dikirimkan
melalui media komunikasi data. Data berarti informasi yang disajikan oleh isyarat digital.
Komunikasi data merupakan bagian vital dari suatu sistem informasi karena sistem ini
menyediakan infrastruktur yang memungkinkan komputerkomputer
dapat berkomunikasi
satu sama lain.
III. ARSITEKTUR DAN KLASIFIKASI SITEM INFORMASI
A. ARSITEKTUR SISTEM INFORMASI
Sistem informasi dapat di bentuk sesuai kebutuhan organisasi masingmasing.
Oleh karena
itu, untuk dapat menerapkan sistem yang efektif dan efisiendiperlukan perencanaan,
pelaksanaan, pengaturan, dan evaluasi sesuai keinginan masingmasing
organisasi. Guna dari
sistem yang efektif dan efisien tidak lain untuk mendapatkan keunggulan dalam berkompetisi.
Semua orang dapat menggunakan sistem informasi dalam organisasi, tetapi faktor efisiensi
setiap sistem adalah berbeda.
Perlu diketahui, perubahan sistem, baik besar maupun kecil, selalu akan melalui tingkatantingkatan
sebagai berikut :
Tingkat I : Ide, mengetahui perlu adanya perubahan.
Tingkat II : Design, merancang cara pemecahannya.
Tingkat III : Pelaksanaan, menerapkan design ke dalam sistem.
Tingkat IV : Kontrol, memeriksa tingkat pelaksanaan dijalankan sesuai dengan design
Tingkat V : Evaluasi, memeriksa apakah perubahan yang terjadi sesuai dengan tujuan
semula.
Tingkat VI : Tindak lanjut, melaksanakn perubahan sesuai dengan hasil evaluasi yang
ada.
Adapun tingkatan yang menjadi kunci yang digunakan untuk memecahkan bagian masalah
baik itu secara menyeluruh maupun per bagian, yaitu :
B. KLASIFIKASI SISTEM INFORMASI
Sistem informasi merupakan suatu bentuk integrasi antara satu komponen dengan
komponen lain karena sistem memiliki sasaran yang berbeda untuk setiap kasus yang terjadi
yang ada di dalam sistem tersebut. Oleh karena itu, sistem dapat di klasifikasikan dari beberapa
sudut pandang, diantaranya :
a. Sistem abstrak atau sistem fisik
Sistem abstrak adalah sistem yang berupa pemikiran atau ideide
yang tidak tampak secara
fisik,misalnya sistem teologia, yaitu sistem yang berupa pemikiran hubungan antara
manusia dengan Tuhan.
Sistem fisik merupakan sistem secara fisik, misalnya sistem komputer.
b. Sistem alamiah dan sistem buatan manusia
Sistem alamiah adalah sistem yang terjadi melalui proses alam, tidak dibuat oleh manusia,
misalnya sistem perputaran bumi.
IDE EDESIGN PELAKSANAAN VALUASI
Sistem buatan manusia merupakan sistem yang melibatkan interaksi manusia dengan mesin,
yang disebut human machine system. Sistem informasi berbasis internet merupakan contoh
human machine system karena menyangkut penggunaan komputer yang berinteraksi dengan
manusia.
c. Sistem deterministik dan sistem probabilistik
Sistem deterministik adalah sistem yang beroperasi dengan tingkah laku yang dapat
diprediksi.
Sistem probabilistik dalah sistem yang kondisi masa depannya tidak dapat diprediksi karena
mengandung unsur probabilistik.
d. Sistem terbuka dan sistem tertutup
Sistem terbuka adalah sistem yang berhubungan dan di pengaruhi oleh lingkunagn luarnya.
Sistem ini menerima masukan dan menghasilkan keluaran untuk subsistem lainnya.
Sistem tertutup adalah sistem yang tidak terhubung dan tidak terpengaruh oleh lingkungan
luarnya. Sistem ini bekerja secara otomatis tanpa campur tangan pihak luar.
IV. KESIMPULAN
Dari hasil penggabungan pekerjaan kami, kami dapat merarik suatu kesimpulan yaitu :
1. Sistem informasi adalah sekumpulan komponen pembentuk sistem yang mempunyai
keterkaitan antara satu komponen dengan komponen lainnya yang bertujuan menghasilkan
suatu informasi dalam suatu bidang tertentu.
2. Kriteria dari sistem informasi antara lain fleksibel, efektif dan efisien.
3. Tujuan dari suatu sistem informasi adalah menciptakan suatu wadah komunikasi yang efisien
dalam bidang bisnis.
4. Sistem informasi berbasis internet merupakan sistem informasi yang memanfaatkan secara
maksimal kegunaan dari komputer dan juga jaringan komputer.
5. Sistem informasi berbasis internet merupakan suatu sistem dimana interaksi manusia dan
komputer menjadi peranan yang sangat penting.

About